Kamis, 13 Agustus 2009

CONTOH BAB IV AND V

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 13 sampai dengan 30 juni 2008 dengan sampel 100 pada ibu yang mempunyai balita di Desa X Kecamatan X wilayah kerja UPTD Puskesmas X Kabupaten Majalengka. Setelah pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Kuisioner serta penimbangan pada balita, kemudian dilakukan pengolahan data dan hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian dilakukan analisis data kemudian diintrepretasi, maka dapat didentifikasi mengenai gambaran pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi, gambaran status gizi pada balita, dan hubungan antara pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi dengan status gizi pada balita.
4.1.1 Gambaran Karakteristik Responden
Sebagai informasi peneliti menampilkan gambaran karakteristik responden meliputi: umur, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.

Tabel 4.1
Karateristik Responden Berdasarkan Umur di Desa X
Umur Responden f %
Kurang dari 20 tahun
20 - 25 tahun
26 - 30 tahun
31 - 35 tahun
Lebih dari 35 tahun
Total 100 100
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa umur responden yang mempunyai balita di Desa X sebagian besar umur 26-30 tahun 37% dan 31-35 tahun 35%.
Tabel 4.2
Karateristik Responden Berdasarkan Pendidikan di Desa X

Tingkat Pendidikan f %
SD
SMP
SMU
Perguruan Tinggi
Total 100 100

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pendidikan responden yang mempunyai balita di Desa X kurang dari setengah responden tingkat pendidikan SMP.
Tabel 4.3
Karateristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di Desa X

Pekerjaan f %
IRT
Swasta
Buruh
Pegawai Negeri
Total 100 100
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pekerjaan responden yang mempunyai balita di Desa X sebagian besar responden pekerjaanya sebagai ibu rumah tangga.
Tabel 4.4
Karateristik Responden Berdasarkan Penghasilan di Desa X
Penghasilan f %
Kurang dari Rp 100.000
Rp 100.000 – Rp 250.000
Rp 250.000 – Rp 500.000
Lebih dari Rp 500.000
Total 100 100

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pekerjaan responden yang mempunyai balita di Desa X adalah lebih dari setengah berpenghasilan Rp 500.000
4.1.2 Gambaran Pengetahuan Responden
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden di Desa X

Pengetahuan f %
Pengetahuan Baik 30 70
Pengetahuan Kurang 30 70
TotaL 100 100
Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan gambaran pengetahuan responden yang mempunyai balita di Desa X adalah lebih dari setengah mempunyai pengetahuan baik.

4.1.3 Gambaran status Gizi Pada Balita
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita di Desa X

Status Gizi f %
Gizi Lebih
Gizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk
Total 100 100

Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan gambaran status gizi balita di Desa X Kabupaten Majalengka adalah kurang dari setengah responden dengan status gizi baik yaitu 47%.
4.1.4 Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi
Tabel 4.7
Distribusi Hubungan Pengetahuan responden dengan status Gizi balita
di Desa X


Variabel Status Gizi
X2
P Value
Baik Kurang KEP
Pengetahuan kurang
Pengetahuan baik 8

0,04
Jumlah 47
35
18
Melihat tabel 4.7 mengenai analisis hubungan pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi balita dengan status gizi balita yang mnggunakan perangkat lunak SPSS versi 13 didapatkan hasil bahwa responden dengan pengetahuan kurang dan gizi kurang sebanyak 16, pengetahuan kurang dengan gizi baik 8, pengetahuan baik dengan gizi kurang 19, pengetahuan baik dengan gizi baik 39, pengetahuan kurang dengan KEP 6, pengetahuan baik dengan KEP 12.
Berdasarkan perhitungan dengan uji statistik yang menggunakan rumus chi-square dengan bantuan Program SPSS Versi 13 di dapat nilai chi-square hitung: 7,981 sedangkan nilai chi-square tabel adalah 3,841, sehingga nilai chi-square hitung lebih besar dari nilai chi-square table. Nilai p value lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,04. Maka Ho ditolak sehingga hipotesis mengatakan terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan Status gizi pada balita di Desa X

4.2 Pembahasan
4.2.1 Gambaran pengetahuan responden
Gambaran pengetahuan responden yang mempunyai balita di Desa X adalah lebih dari setengah mempunyai pengetahuan baik yaitu 70%. Menurut Green (1985) faktor yang mempengaruhi perilaku individu diantaranya faktor predisposisi yaitu pengetahuan. Dimana pengetahuan adalah hasil dari tahu dan hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan pada suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007) salah satu tingkat pengetahuan seseorang itu adalah aplikasi (application) yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya artinya apabila seseorang / ibu itu sudah mendpatkan informasi mengenai kebutuhan gizi akan menerapkannya dengan memberikan makanan yang bergizi.
4.2.2 Gambaran status gizi balita
Status gizi adalah keadaan sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dibedakan antara gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2004). Batasan yang digunakan dalam penilaian status gizi menurut WHO-NCHS yaitu gizi lebih = > 120 median BB/U, gizi baik = > 80% - 120% median BB/U, gizi sedang = 70% - 79,9% median BB/U, gizi kurang = 60% - 69,9% median BB/U, gizi buruk = < 60% median BB/U.
Gambaran status gizi balita di Desa X Kabupaten Majalengka adalah kurang dari setengah dengan status gizi baik yaitu 47%. Hal ini disebabkan banyak faktor, faktor yang mempengaruhi status gizi meliputi: ekonomi negara rendah, kurangnya pengetahuan, dan Hygiene yang rendah (Sediaoetama, 1999). Ekonomi negara rendah mengakibatkan daya beli rendah sehingga untuk mengkonsumsi zat-zat gizi menjadi berkurang. Kurangnya pengetahuan tentang gizi meliputi sumber zat gizi, manfaat zat gizi, dan kebutuhan gizi. Hygene yang rendah dapat menyebabkan penyakit infeksi dan investasi cacing sehingga mengakibatkan absorpsi zat gizi terganggu.
4.2.3 Hubungan pengetahuan ibu tentang kebutuhan Gizi dengan status Gizi pada Balita di Desa X.
Berdasarkan perhitungan dengan uji statistik yang menggunakan rumus chi-square dengan bantuan Program SPSS Versi 13 di dapat nilai chi-square hitung: 7,981 sedangkan nilai chi-square tabel adalah 3,841, sehingga nilai chi-square hitung lebih besar dari nilai chi-square table. Nilai p value lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,05. Sehingga hipotesis mengatakan terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi dengan status gizi pada balita di Desa X. Faktor yang mempengaruhi status gizi meliputi: ekonomi negara rendah, kurangnya pengetahuan, dan Hygiene yang rendah (Sediaoetama, 1999). Ekonomi negara rendah mengakibatkan daya beli rendah sehingga untuk mengkonsumsi zat-zat gizi menjadi berkurang. Kurangnya pengetahuan tentang gizi meliputi sumber zat gizi, manfaat zat gizi, dan kebutuhan gizi. Hygene yang rendah dapat menyebabkan penyakit infeksi dan investasi cacing sehingga mengakibatkan absorpsi zat gizi terganggu.
Gambaran pengetahuan responden yang mempunyai balita di Desa X Kabupaten Majalengka adalah lebih dari setengah mempunyai pengetahuan baik yaitu 70%. Menurut Notoatmodjo (2007) salah satu tingkat pengetahuan seseorang itu adalah aplikasi (application) yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya artinya apabila seseorang / ibu itu sudah mendapatkan imformasi mengenai kebutuhan gizi bagi balita maka ibu dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu bagaimana cara memberikan makanan yang sehat bagi balita. Terlihat dari gambaran status gizi balita di Desa X Kabupaten Majalengka adalah gizi baik 47%, Gizi Lebih 15% , Gizi Kurang 35%, Gizi Buruk 3%. Disamping itu menurut Winarno (1995) salah satu yang mempengaruhi status gizi yaitu kurangnya asupan zat gizi yang dikonsumsi, mutunya rendah atau keduanya, melihat dari tingkat ekonomi ibu yang berada didesa X memiliki tingkat penghasilan yaitu lebih dari Rp 500.000 sebanyak 51% sehingga pemenuhan zat gizi bagi balita kemungkinan terpenuhi.



BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner dan pengukuran dengan timbangan dacin untuk status gizi balita, yaitu untuk gambaran pengetahuan responden, gambaran status gizi balita, dan analisi hubungan pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi dengan status gizi balita adalah sebagai berikut:
5.1.1 Gambaran pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi
Gambaran pengetahuan responden yang mempunyai balita di Desa X adalah 70% berarti lebih dari setengah mempunyai pengetahuan baik.
5.1.2 Gambaran status gizi balita
Gambaran status gizi balita di Desa X Kabupaten Majalengka adalah 47% berarti kurang dari setengah dengan status gizi baik.


5.1.3 Hubungan pengetahuan ibu tentang kebutuhan Gizi dengan status Gizi pada Balita di Desa Garawangi.
Berdasarkan perhitungan dengan uji statistik yang menggunakan rumus chi-square dengan bantuan Program SPSS Versi 13, didaptkan hasil terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi dengan Status gizi pada balita di Desa X.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti memberikan beberapa saran yaitu untuk tercapainya target kejadian gizi kurang pada balita menurun di Desa X, adapun sarannya adalah sebagai berikut :
5.2.1 Puskesmas
Lebih ditingkatkan dalam memberikan penyuluhan tentang pentingnya gizi untuk balita, setelah penimbangan balita kemudian menyampaikan informasi mengenai gizi kepada Ibu dan mengapa anaknya harus ditimbang setiap bulan. Melakukan kerjasama lintas sektoral dengan instasi terkait dalam penanganan gizi kurang, gizi buruk, dan gizi lebih.
5.2.2 Keperawatan
Perawat komunitas meningkatkan penyuluhan tentang gizi sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat.
5.2.3 Penelitian
Untuk peneliti lain apabila akan melakukan penelitian keperawatan komunitas, dapat melakukan penelitian selanjutnya yang membahas tentang faktor yang berpengaruh terhadap status gizi buruk apakah gizi kurang salah satu faktornya atau bukan.

Minggu, 26 Juli 2009

INTERNETAN DENGAN KONEKSI BLUETOOTH DAN HP CHINA

Untuk Para Perawat YANG KAGAK GAPTEK:
Bosan dan kurang puas berinternet dengan HP dengan layar yang kecil, bisa koneksikan HP CHINA(hP SAYA MITO 2108) dengan Laptop/PC melalui Kabel data maupun Bluetooth.
Kalau melalui bluetooth caranya seperti berikut:
Secara garis besar, langkah2 untuk connect internet via bluetooth modem adalah sbb :
1. Pairing device/hp dengan PC/laptop.
2. Detect modem. Jika HP-nya support bluetooth modem, maka di PC bisa diliat ci Control Panel –> Phone and Modem Options –> Tab Modem : akan muncul modem bluetooth.
3. Test modem. Pada Tab Modem di atas, klik modem yg akan di-test. Klik Properties, kemudian query modem.
4. Jika modem terhubung, akan ada respon dari modem.
5. Klik Advanced modem Setting. Pada isian Extra initialization command, isi dengan : +CGDCONT=1,”IP”,”APN_name”
#catatan : APN_name diganti dengan APN masing-2 operator, misal untuk IM3/Mentari, ganti APN_name dengan indosatgprs, sehingga extra initialization command menjadi : +CGDCONT=1,”IP”,”indosatgprs”
5. Pada menu bar klik yang bertanda bluetooth"pilih quict conection--dial up network.
6. Pada isian user name dan password ngikutin operator masing-2, untuk indosat, username :indosat, password : indosat
Pilih modem untuk koneksi dengan modem bluetooth yang tadi disetting (ingat nomor port COM-nya). Untuk nomor dial-up adalah : *99#
untuk yang menggunakan pulsa GPRS dari indosat: user name:indosat@durasi, pasword:indosat@durasi.

Jumat, 24 Juli 2009

RISET KEPERAWATAN

CONTOH URAIAN MASALAH

Tuberkolosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang sudah sangat tua, bahkan lebih tua dari sejarah manusia, tetapi sampai sekarang kasus penyakit TBC masih terjadi sampai sekarang. WHO mempekirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan kematian pada anak . Kematian akibat TB lebih banyak daripada kematian akibat Malaria dan AIDS serta pada wanita akibat kematian TB lebih banyak daripada kematian persalinan, kehamilan, dan nifas. TB pada anak mempunyai masalah khusus yang berbeda dengan orang dewasa, gejala pada anak sering tidak khas. Banyaknya jumlah anak yang terinfeksi dan sakit TB menyebabkan tingginya biaya pengobatan yang diperlukan, sehingga pencegahan infeksi TB perlu dilakukan yaitu dengan pengendalian berbagai resiko faktor infeksi TB. Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB yaitu anak yang terpajan dengan orang dewasa yang TB aktif, daerah endemin, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat, dan tempat penampungan.
Sepanjang abad ke 20 jumlah kasus penyakit TB meningkat di seluruh dunia, 95% terjadi di negara berkembang. Menurut WHO di Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China. Data surveilens program nasional sampai pada tahun 2005 menunjukan tingginya penemuan pasien tuberkolosis BTA negatif di rumah sakit dengan foto toraks dasar penegakan diagnosa. Selain itu angka kesembuhan pengobatan di rumah sakit pada umumnya masih dibawah 50% dengan angka putus obat pada sebagian rumah sakit mrncapai 50-80%. Jumlah kasus TB anak dari Rumah sakit Pusat di Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1086 penyandang TB dengan angka kematian yang bervariasi 0%-14,1%. Di Rumah sakit "X" yaitu di Poli anak angka kesakitan dengan TB pada anak menempati urutan pertama dari sepuluh besar penyakit yang lain di poli tersebut.

RISET KEPERAWATAN

TEKNIK SAMPLING
Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika tidak ada populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti. Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi.
Berbagai alasan yang masuk akal mengapa peneliti tidak melakukan sensus antara lain adalah,(a) populasi demikian banyaknya sehingga dalam prakteknya tidak mungkin seluruh elemen diteliti; (b) keterbatasan waktu penelitian, biaya, dan sumber daya manusia, membuat peneliti harus telah puas jika meneliti sebagian dari elemen penelitian; (c) bahkan kadang, penelitian yang dilakukan terhadap sampel bisa lebih reliabel daripada terhadap populasi – misalnya, karena elemen sedemikian banyaknya maka akan memunculkan kelelahan fisik dan mental para pencacahnya sehingga banyak terjadi kekeliruan. (Uma Sekaran, 1992); (d) demikian pula jika elemen populasi homogen, penelitian terhadap seluruh elemen dalam populasi menjadi tidak masuk akal, misalnya untuk meneliti kualitas jeruk dari satu pohon jeruk
Agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap bisa dipercaya dalam artian masih bisa mewakili karakteristik populasi, maka cara penarikan sampelnya harus dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel dikenal dengan nama teknik sampling atau teknik pengambilan sampel .
Populasi atau universe adalah sekelompok orang, kejadian, atau benda, yang dijadikan obyek penelitian. Jika yang ingin diteliti adalah sikap konsumen terhadap satu produk tertentu, maka populasinya adalah seluruh konsumen produk tersebut. Jika yang diteliti adalah laporan keuangan perusahaan “X”, maka populasinya adalah keseluruhan laporan keuangan perusahaan “X” tersebut, Jika yang diteliti adalah motivasi pegawai di departemen “A” maka populasinya adalah seluruh pegawai di departemen “A”. Jika yang diteliti adalah efektivitas gugus kendali mutu (GKM) organisasi “Y”, maka populasinya adalah seluruh GKM organisasi “Y”

Elemen/unsur adalah setiap satuan populasi. Kalau dalam populasi terdapat 30 laporan keuangan, maka setiap laporan keuangan tersebut adalah unsur atau elemen penelitian. Artinya dalam populasi tersebut terdapat 30 elemen penelitian. Jika populasinya adalah pabrik sepatu, dan jumlah pabrik sepatu 500, maka dalam populasi tersebut terdapat 500 elemen penelitian.

Syarat sampel yang baik
Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan.
Pertama : Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias” atau kekeliruan adalah populasi.
Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic variance” yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis
Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest (sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper & Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932 majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D. Roosevelt), yang akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata Roosevelt yang terpilih menjadi presiden Amerika.
Setelah diperiksa secara seksama, ternyata Literary Digest membuat kesalahan dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel yang diambil adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih yang sebagian besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas rendah) tidak terwakili, padahal Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat kelas rendah tersebut. Dari kejadian tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh : (1), keakuratan prediktibilitas dari suatu sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya jumlah sampel; (2) agar sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel harus mempunyai selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976).
Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel 50 orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan 50 potong produk “X”. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa menghasilkan produk “X” per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara laporan harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang dihasilkan dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut.
Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama “sampling error” Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (s), makin tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat presisi mungkin bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel, karena kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah ( Kerlinger, 1973 ). Dengan contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan rata-rata di antara populasi dengan sampel bisa lebih sedikit, jika sampel yang ditariknya ditambah. Katakanlah dari 50 menjadi 75.

Ukuran sampel
Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.
Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada lagi beberapa faktor lain yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu, (1) derajat keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia . (Singarimbun dan Effendy, 1989). Makin tidak seragam sifat atau karakter setiap elemen populasi, makin banyak sampel yang harus diambil. Jika rencana analisisnya mendetail atau rinci maka jumlah sampelnya pun harus banyak. Misalnya di samping ingin mengetahui sikap konsumen terhadap kebijakan perusahaan, peneliti juga bermaksud mengetahui hubungan antara sikap dengan tingkat pendidikan. Agar tujuan ini dapat tercapai maka sampelnya harus terdiri atas berbagai jenjang pendidikan SD, SLTP. SMU, dan seterusnya.. Makin sedikit waktu, biaya , dan tenaga yang dimiliki peneliti, makin sedikit pula sampel yang bisa diperoleh. Perlu dipahami bahwa apapun alasannya, penelitian haruslah dapat dikelola dengan baik (manageable).
Misalnya, jumlah bank yang dijadikan populasi penelitian ada 400 buah. Pertanyaannya adalah, berapa bank yang harus diambil menjadi sampel agar hasilnya mewakili populasi?. 30?, 50? 100? 250?. Jawabnya tidak mudah. Ada yang mengatakan, jika ukuran populasinya di atas 1000, sampel sekitar 10 % sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100, sampelnya paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100%.
Teknik-teknik pengambilan sampel
Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol).
Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel representatif dan diambil secara acak. Namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen populasi. Contohnya, jika yang diteliti populasinya adalah konsumen teh botol, kemungkinan besar peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah konsumennya, dan juga karakteristik konsumen. Karena dia tidak mengetahui ukuran pupulasi yang tepat, bisakah dia mengatakan bahwa 200 konsumen sebagai sampel dikatakan “representatif”?. Kemudian, bisakah peneliti memilih sampel secara acak, jika tidak ada informasi yang cukup lengkap tentang diri konsumen?. Dalam situasi yang demikian, pengambilan sampel dengan cara acak tidak dimungkinkan, maka tidak ada pilihan lain kecuali sampel diambil dengan cara tidak acak atau nonprobability sampling, namun dengan konsekuensi hasil penelitiannya tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Jika ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti tidak bisa mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang puas terhadap the botol.
Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih spesifik lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling

Minggu, 28 Juni 2009

FROM RUU KEPERAWATAN AND CIWIDEY HOLIDAY

 

 

 

 
Posted by Picasa

SEKILAS INFO

sekilas info:
Bagi pembaca yang menggunakan Parabola Digital.
Frekuensi SCTV:3756/H/6520:6250(coba aja salah satu.

Selasa, 23 Juni 2009

Keperawatan komunitas

C. Konsep Desa Siaga
1. Desa Siaga
Desa Siaga adalah desa yang memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan (bencana dan kegawatdaruratan kesehatan) secara mandiri.(KEPMENKES NO. 564/MENKES/SK/VII/2006).
2. Tujuan Desa Siaga
a. Tujuan Umum:
Terwujudnya desa dengan masyarakat yang sehat, peduli dan tanggap terhadap masalah-masalah kesehatan (bencana dan kegawat daruratan kesehatan) di desanya.
b. Tujuan Khusus:
1) Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan dan melaksanakan perilaku hidup bersih.
2) Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan.
3) Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap resiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah penyakit, dan sebagainya ).
4) Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa.

3. Sasaran Pengembangan Desa Siaga.
Sasaran pengembangan dsa siaga adalah:
a. Semua individu dan keluarga di desa yang diharapkan mampu melaksanakan hidup sehat, peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayah desanya.
b. Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perilaku individu dan keluarga di desa atau dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi perubahan perilaku tersebut yaitu tokoh-tokoh pemerintahan/ masyarakat/ agama/ perempuan/ pemuda, PKK, Karang Taruna, media massa, dan lain-lain.
c. Pihak-pihak yang diharapkan memberikan dukungan kebijakan, peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana, dan lain-lain. Yaitu Kepala Desa, Camat, Pejabat pemerintahan lainnya, dunia usaha, donatur dan stakeholders lainnya.
4. Kriteria dan Indikator Keberhasilan Desa Siaga
Kriteria desa siaga yaitu memiliki minimal 1 (satu) POSKESDES atau Pos Kesehatan Desa. Indikator Keberhasilan Desa Siaga:
a. Indikator Masukan (Input):
1) Ada tidaknya forum masyarakat desa
2) Ada tidaknya Poskedes dan sarananya
3) Ada tidaknya tenaga kesehatan (minimal bidan)
4) Ada tidaknya UKBM lain
b. Indikator Proses (Process):
1) Frekwensi pertemuan forum masyarakat desa
2) Berfungsi atau tidaknya Poskesdes
3) Berfungsi atau tidaknya UKBM yang ada
4) Berfungsi atau tidaknya sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana
5) Berfungsi atau tidaknya sistem surveilans (pengamatan dan pelaporan)
6) Ada atau tidaknya kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS (oleh Nakes atau kadeasir)
c. Indikator Keluaran (Output):
a. Cakupan Yankes Poskesdes
b. Cakupan pelayanan UKBM yang ada
c. Jumlah kasus kegawatdaruratan dan kejadian luar biasa (KLB) yang dilaporkan atau diatasi
d. Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS
d. Indikator Dampak (Outcome):
a. Jumlah yang menderita sakit (kesakitan kasar)
b. Jumlah yang menderita gangguan jiwa
c. Jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia
d. Jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia
e. Jumlah balita dengan gizi buruk.
5. Kegiatan Desa Siaga
Kegiatan Desa Siaga yang dapat dilakukan masyarakat di desa siaga adalah :
a. Promosi kesehatan berupa pemberian informasi kesehatan yang dapat dilakukan oleh kader desa siaga atau tokoh masyarakat yang telah dilatih.
b. Pencegahan penyakit dengan mengidentifikasi faktor risiko yang dapat menimbulkan penyakit.
c. Penerapan perilaku hidup bersih dan sehat dalam kehidupan sehari-hari.
d. Gotong royong masyarakat dalam rangka menjaga kebersihan dan kesehatan lingkungan untuk mencegah penyakit yang dapat itimbulkan akibat lingkungan yang kurang sehat
e. Pemantauan tumbuh kembang balita melalui kegiatan posyandu.
f. Pemantauan kesehatan ibu hamil, pasca persalinan melalui kegiatan POLKESDES
g. Gerakan keluarga sadar gizi (kadarzi) dalam rangka pemenuhan kebutuhan gizi seimbang bagi anggota keluarga.
h. Survei mawas diri dalam rangka mengidentifikasi masalah kesehatan & penyebabnya, mencari alternatif penyelesaian masalah, melakukan kegiatan dalam mengatasi masalah yang dilakukan masyarakat melalui musyawarah masyarakat desa.
Untuk melakukan berbagai kegiatan tersebut, peran serta masyarakat merupakan kunci keberhasilannya, artinya masyarakat menyadari masalah dan kebutuhan mereka serta mampu mencari alternatif dalam menyelesaikannya. Untuk mengaitkan bagaimana peran tenaga kesehatan dalam memberdayakan masyarakat, berikut ini diuraikan sedikit mengenai konsep pemberdayaan masyarakat.
6. Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat adalah segala upaya yang bersifat non instruktif guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan penyelesaian masalah dengan memanfaatkan potensi masyarakat setempat tanpa bergantung pada bantuan dan luar. Pola pemberdayaan masyarakat yang dibutuhkan bukan kegiatan yang sifatnya top-down intervention yang tidak menjunjung tinggi aspirasi dan potensi masyarakat untuk melakukan kegiatan swadaya, akan tetapi yang paling dibutuhkan masyarakat lapisan bawah terutama yang tinggal di desa adalah pola pemberdayaan yang sifatnya bottom-up intervention yang menghargai dan mengakui bahwa masyarakat lapisan bawah memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhannya, memecahkan permasalahannya, serta mampu melakukan usaha-usaha produktif dengan prinsip swadaya dan kebersamaan. Pola pendekatan yang paling efektif untuk memberdayakan masyarakat adalah the inner resources approach. Pola ini menekankan pentingnya merangsang masyarakat untuk mampu mengidentifikasi keinginan-keingmnan dan kebutuhan-kebutuhannya dan bekerja secana kooperatif dengan pemerintah dan badan-badan lain untuk mencapai kepuasan bagi mereka. Pola mi mendidik masyarakat menjadi concern akan pemenuhan dan pemecahan masalah yang dihadapi dengan menggunakan potensi yang mereka miliki.
a. Tujuan Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan potensi masyarakat agar mampu meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik bagi seluruh warga masyarakat melalui kegiatan-kegiatan swadaya. Memberdayakan masyarakat bertujuan ?mendidik masyarakat agar mampu mendidik din mereka sendiri? atau ?membantu masyarakat agar mampu membantu diri mereka sendiri?. Tujuan yang akan dicapai melalui usaha pemberdayaan masyarakat adalah masyarakat yang mandiri, berswadaya, mampu mengadopsi inovasi, dan memiliki pola pikir yang kosmopolitan.
b. Prinsip Pemberdayaan masyarakat
Prinsip pemberdayaan masyarakat adalah menumbuh kembangkan potensi masyarakat, meningkatkan kontribusi masyarakat dalam pembangunan kesehatan, mengembangkan gotong-royong, bekerja bersama masyarakat, KIE berbasis masyarakat, kemitraan dengan LSM dan organisasi masyarakat lain serta desentralisasi
c. Proses pemberdayaan masyarakat
1) Mengetahui karakteristik masyarakat setempat (lokal) yang akan diberdayakan, termasuk perbedaan karakteristik yang membedakan masyarakat desa yang satu dengan yang lainnya. Mengetahui artinya untuk memberdayakan masyarakat diperlukan hubungan timbal balik antara petugas dengan masyarakat.
2) Mengumpulkan pengetahuan yang menyangkut informasi mengenai masyarakat setempat. Pengetahuan tersebut merupakan informasi faktual tentang distribusi penduduk menurut umur, sex, pekerjaan, tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, termasuk pengetahuan tentang nilai, sikap, ritual dan custom, jenis pengelompokan, serta faktor kepemimpinan baik formal maupun informal.
3) Identifikasi tokoh masyarakat setempat
Segala usaha pemberdayaan masyarakat akan sia-sia apabila tidak memperoleh dukungan dan pimpinan/tokoh-tokoh masyarakat setempat. Untuk itu faktor ?the local leaders? harus selalu diperhitungkan karena mereka mempunyai pengaruh yang kuat di dalam masyarakat.
4) Tekankan bahwa terdapat masalah dalam masyarakat tersebut
Di dalam masyarakat yang terikat terhadap adat kebiasaan, sadar atau tidak sadar mereka tidak merasakan bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan. Karena itu, masyarakat perlu pendekatan persuasif agar mereka sadar bahwa mereka punya masalah yang perlu dipecahkan, dan kebutuhan yang perlu dipenuhi. Memberdayakan masyarakat bermakna merangsang masyarakat untuk mendiskusikan masalahnya serta merumuskan pemecahannya dalam suasana kebersamaan. Masyarakat perlu diberdayakan agar mampu mengidentifikasi permasalahan yang paling menekan. Dan masalah yang paling menekan inilah yang harus diutamakan pemecahannya.
Tujuan utama pemberdayaan masyarakat adalah membangun rasa percaya diri masyarakat. Rasa percaya diri merupakan modal utama masyarakat untuk berswadaya. Masyarakat perlu diberdayakan untuk menetapkan suatu program yang akan dilakukan. Program action tersebut perlu ditetapkan menurut skala prioritas, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Tentunya program dengan skala prioritas tinggilah yang perlu didahulukan pelaksanaannya. Memberdayakan masyarakat berarti membuat masyarakat tahu dan mengerti bahwa mereka memiliki kekuatan-kekuatan dan sumber-sumber yang dapat dimobilisasi untuk memecahkan permasalahan dan memenuhi kebutuhannya. Pemberdayaan masyarakat adalah suatu kegiatan yang berkesinambungan. Karena itu, masyarakat perlu diberdayakan agar mampu bekerja memecahkan masalahnya secara kontinyu. Salah satu tujuan pemberdayaan masyarakat adalah tumbuhnya kemandirian masyarakat. Masyarakat yang mandiri adalah masyarakat yang sudah mampu menolong diri sendiri. Untuk itu, perlu selalu ditingkatkan kemampuan masyarakat untuk berswadaya. Berdasarkan konsep pemberdayaan yang telah diuraikan dan jika kita melihat kondisi yang ada saat ini bahwa bentuk pemberdayaan masyarakat yang sudah dilakukan melalui penyediaan SDM di masyarakat yaitu dengan memberdayakan kader desa siaga. Saat ini hampir di seluruh wilayah yang melaksanakan program posyandu memiliki tenaga kader, sehingga mereka bisa diberdayakan dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui pelatihan kader. Bagi desa yang akan dikembangkan menjadi desa siaga dan belum memiliki tenaga kader, seyogyanya mempersiapkannya melalui proses rekruitmen Pemberdayaan kader sebagai tenaga potensial di masyarakat diharapkan mampu mendukung pengembangan desa siaga. Untuk mendukung tercapainya masyarakat yang dapat diberdayakan secara optimal, maka diperlukan sejumlah tenaga kesehatan yang kompeten dalam membangun masyarakat tersebut. Berikut ini adalah kebutuhan tenaga kesehatan baik jenis maupun jumlahnya.

Konsep Patofisiologi

Patofisiologi adalah ilmu yang mempelajari gangguan fungsi pada organisme yang sakit meliputi asal penyakit , permulaan perjalanan dan akibat. Penyakit adalah suatu kondisi abnormal yang menyebabkan hilangnya kondisi normal yang sehat. Ditandai (sebab, tanda dan gejala, perubahan secara spesifik oleh gambaran yang jelas morfologi dan fungsi dsb). Abnormalitas dapat berupa bentuknya atau fungsinya atau keduanya. Batasan Kondisi normal, bila dapat diukur dinyatakan dalam ukuran numeric, biasanya dibatasi oleh dua simpangan baku (untuk bentuk distribusi “normal”) pada tiap sisi harga tengah (mean). Respon terhadap lingkungan setiap individu atau spesies harus mengadaptasi atau bila tidak mampu akan menyebabkan kematian.Adaptasi Merupakan proses penyesuaian setiap individu terhadap lingkungan yang buruk. Kegagalan melakukan adaptasi akan menyebabkan kematian. Mampu membentuk pertahanan tubuh yang spesifik untuk mikroorganisme akan kebal terhadap infeksi, bagi yang tidak mampu akan menderita sakit yang dapat berakhir dengan kematian. Penyakit merupakan suatu mekanisme yang menghasilkan tanda dan gejala klinis maupun patologis. Termasuk dalam patogenesis penyakit:
a. Proses radang yaitu suatu respon terhadap berbagai mikroorganisme dan berbagai jenis bahan yang merugikan menyebabkan kerusakan jaringan.
b. Degenerasi yaitu kemunduran sel atau jaringan yang merupakan respon atau kegagalan dari penyesuaian terhadap berbagai agen.
c. Karsinogenesis yaitu mekanisme dimana bahan karsinogen menyebabkan terjadinya kanker.
d. Reaksi imun yaitu suatu efek/reaksi sistem imun tubuh yang tidak diinginkan.
e. Periode laten dan inkubasi, waktu terjadinya penyakit dikenal sebagai periode laten yang biasanya dinyatakan dalam dua atau tiga dekade. Dalam lingkup penyakit infeksi (karena mikroorganisme), waktu antara masuknya kuman dan terjadinya sakit disebut periode/waktu inkubasi, yang biasanya dinyatakan dalam hari atau minggu. Mikroorganisme mempunyai periode inkubasi yang khusus untuk setiap agen penyebab.
Prognosis penyakit merupakan perkiraan terhadap apa yang diketahui atau terhadap perjalanan suatu penyakit, sebagai kemungkinan yang akan dihadapi oleh penderita, sedangkan remisi dan kambuh remisi merupakan proses perkembangan dari kondisi aktif menuju kondisi yang tenang. Bila tanda dan gejala timbul kembali dikenal dengan kambuh(relapse).
Manfaat patofisiologi bagi keperawatan adalah sebagai dasar perawat dalam menganalisa masalah yang terjadi pada klien, sehingga dapat mengidentifikasi pemenuhan kebutuhan dasar klien yang terganggu secara rasional dan ilmiah.

Rabu, 10 Juni 2009

keperawatan jiwa

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT-KLIEN


A. PENDAHULUAN
Komunikasi sangat bermakna pada profesi keperawatan yang mana merupakan metode utama dalam memberikan asuhan keperawatan. Komunikasi terapeutik sebagai komunikasi professional.

B. DEFINISI KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Komter (komunikasi terapeutik) merupakan komunikasi yang direncanakan secara sadar, tujuan dan kegiatannya difokuskan untuk menyembuhkan klien.
Komter merupakan media untuk saling memberi dan menerima antar perawat dengan klien. Komter berlangsung secara verbal dan non verbal
Dalam komter ada tujuan spesifik, batas waktu, berfokus pada klien dalam memenuhi kebutuhan klien, ditetapkan bersama, timbal balik, berorientasi pada masa sekarang, saling berbagi perasaan.

C. TUJUAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Tujuan komunikasi terapeutik adalah untuk perkembangan klien (Stuart dan Sundeen):
1. Kesadaran diri, penerimaan diri, penghargaan diri yang meningkat
2. Identitas diri jelas, peningkatan integritas diri
3. Membina hubungan interpersonal yang intim, interdependen, memberi dan menerima dengan kasih sayang.
4. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk mencapai tujuan yang realistic

D. TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Menurut Stuart dan Sundeen (1998), dalam menanggapi pesan yang disampaikan klien, perawat menggunakan tehnik komunikasi terapeutik.

1. LISTENING (Mendengarkan)
Definisi : menerima informasi secara aktif dan memperhatikan respon klien.
a. Sebagai dasar utama komunikasi
b. Sehingga perawat tahu perasaan klien
c. Beri waktu yang banyak untuk bicara.
d. Jadilah pendengar yang aktif
e. Sikap/nonverbal: kontak mata, tidak menyilangkan tangan/kaki, hindari gerak tubuh yang tidak perlu, anggukkan kepala, tubuh condong
f. Nilai : anda bernilai untuk saya, saya tertarik pada anda
g. Listening secara aktif dan pasif (mendengar dengan kegiatan nonverbal)
h. Misal : oo…. oo…. oo …., mhmmm…., ya saya dengan kamu….
i. Cara jadi pendengar yang efektif :
1) Fokus pada pemahaman apa yang dikatakan seseorang
2) Pelihara kontak mata
3) Melihat sekitar, sering berubah posisi menunjukkan tidak mendengarkan
4) Posisi pada level yang sama
5) Duduk bila mungkin
6) Berdiri menandakan diangapa akan pergi, tidak punya waktu cukup untuk komunikasi
7) Sikap kalem saat klien berfikir untuk menjawab, jangan bicara sebelum orang lain bicara.
8) Respon baik (verbal, nonverbal).
2. BROAD OPENING (Pertanyaan terbuka)
a. Yaitu suatu teknik untuk membuka pembicaraan
Misal : kamu memikirkan tentang apa? Bagaimana perasaanmu hari ini?
b. Memberi kesempatan untuk memilih
3. RESTATING (Mengulang)
a. Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien
b. Guna : menguatkan ungkapan klien, mengindikasikan perawat mengikuti pembicaraan klien
c. Misal : kamu mengatakan bahwa ibumu meninggalkan waktu usiamu 5 tahun ?
4. CLARIFICATION (Klarifikasi)
a. Dilakukan jika perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar/klien malu mengemukakan informasi, informasi yang di dapat tidak lengkap/mengemukakan berpindah-pindah. Misal : dapatkah anda jelaskan kembali tentang….? Apa yang bapak maksud dengan….?
b. Perawat berusaha menjelaskan kembali kata ide yang tidak jelas dikatakan klien.
c. Guna : untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan dan persepsi.
5. THEMA IDENTIFICATION (Identifikasi Tema)
Definisi : pokok yang mendasari persoalan/masalah yang sering muncul
a. Latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan
b. Guna : meningkatkan pengertian dan eksplorasi masalah yang penting
c. Misal : saya lihat dari semua keterangan yang anda jelskan anda telah disakiti. Apakah ini latar belakang masalahnya?
6. SILINECE (Diam)
a. Biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan
b. Tujuan : memberi kesempatan berfikir dan memotivasi klien bicara.
c. Perlu ketrampilan dan ketepatan waktu
1) Bermanfaat saat klien harus mengambil keputusan
2) Pada klien menarik diri, diam berarti perawat menerima klien.
7. REFLECTION (Refleksi)
a. Definisi : mengembalikan kepada klien segala ide pasien, perasaan, pertanyaanya, dan isinya, agar pasien menyadari dan dapat mengambil keputusan.
b. Klien punya hak mengemukakan pendapat, membuat keputusan, memikirkan diri sendiri.
c. Refleksi:
1) Refleksi isi, memvalidasi yang didengar, klarifikasi ide yang diekspresikan klien dengan pengertian perawat
2) Refleksi perasaan, memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan, agar klien tahu dan menerima perasaannya.
d. Guna : Mengetahui dan menerima ide dan perasaan
Mengoreksi
Memberi keterangan yang jelas
e. Rugi :
1) Mengulang terlalu sering dan sama
2) Dapat menimbulkan marah, iritasi, frustasi
Misal :
Klien : Apakah menurut anda saya harus mengatakan pada dokter?
Perawat : Apakah menurut bapak sendiri bapak harus mengatakan pada dokter
Missal : Anda merasa tegang dan khawatir, apa ada hubungannya dengan….?
8. FOCUSING (Memfokuskan)
Membantu klien bicara sesuai topik yang dipilih, sesuai tujuan spesifik, lebih jelas, berfokus pada realitas.
Misal : wanita sering menjadi bulan-bulanan. Coba anda ceritakan perasaan anda sebagai wanita?
9. MEMBAGI PERSEPSI
a. Definsi : menanyakan pada klien untuk menguji pengertian perawat tentang yang ia fikir dan rasakan
b. Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan difikirkan, sehingga perawat dapat meminta umpan balik dan memberi informasi
Misal : anda tertawa, tapi saya rasa anda marah pada saya.
10. INFORMING
a. Memberi informasi dan fakta untuk penkesh
b. Tidak dibenarkan memberi nasehat saat memberi informasi.
Misal :
Apakah saya perlu menerangkan tentang kerja obat yang bapak makan?
11. SUGESSTING (Saran)
a. Memberi alternatif ide untuk pemecahan masalah
b. Tepat digunakan pada fase kerja dan tidak pada fase awal hubungan.
12. HUMOR
a. Lawakan yang menyenangkan, diungkapkan dengan bermain-main.
b. Guna : Meningkatkan kesadaran, menyegarkan suasana, menurunkan agresi
c. Jangan sembarangan dan terkesan meremehkan, misal : berikan arti kata baru dari nervous
13. MENYATAKAN HASIL OBSERVASI
a. Perawat menguraikan kesan nonverbal klien
b. Misal : Anda kelihatan tampak tegang….
14. MERINGKAS
a. Pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara singkat
b. Tujuan : membantu mengingat topik yang telah dibahas sebelum meneruskan
c. Dapat mengulang aspek penting untuk interaksi berikutnya.
Misal : Selama 10 menit ini bapak dan saya telah membicarakannya….
15. MEMBERI PENGHARGAAN
a. Jangan malah membebani. Misal : Bapak Nampak cocok pakai baju biru
b. Yang membebani: Wah…. Bapak seperti Brad Pitt cakepnya.


16. MENGANJURKAN MENERUSKAN PEMBICARAAN
a. Memberi kesempatan klien untuk mengarahkan hampir seluruh pembicaraan.
b. Tidak terkesan mengarahkan pembicaraan
c. Misal : lanjutkan….
Dan kemudian…. Coba ceritakan hal tersebut pada saya.

E. FASE-FASE HUBUNGAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PERAWAT-KLIEN
Proses berhubungan perawat klien dapat dibagi dalam 4 fase: Fae prainteraksi, fase perkenalan (Orientasi), Fase kerja dan fase terminasi..
1. FASE PRAINTERAKSI
Prakinteraksi dimulai sebelum kontak pertama dengan klien. Perawat mengeksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutannya, sehingga kesadaran dan kesiapan perawat untuk melakukan hubungan dengan klien dapat dipertanggungjawabkan.
Perawat yang sudah berpengalaman dapat menganalisa diri sendiri serta nilai tambah pengamannya berguna agar lebih efektif dalam memberikan asuhan keperawatan. Ia seharusnya mempunyai konsep diri yang stabil dan harga diri yang kuat, mempunyai hubungan yang konstruktif dengan orang lain, dan berpegang pada kenyataan dalam menolong klien (Stuart & Sundeen, 1987).
Pemakaian diri secara terapeutik berarti memaksimalkan pemakaian kekuatan dan meminimalkan pengaruh kelemahan diri dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien. Tugas tambahan dalam fase ini adalah mendapatkan informasi tentang klien dan menentukan kontak pertama.
Pra interaksi merupakan masa persiapan sebelum berhubungan dan berkomunikasi dengan klien. Seorang perawat perlu mengevaluasi dirinya tentang kemampuan yang dimilikinya. Jika merasa ada ketidaksiapan maka perlu membaca kembali, diskusi dengan teman. Jika sudah siap perlu membuat rencana interaksi dengan klien.
a. Evaluasi diri
Coba jawab pertanyaan berikut :
Apa pengetahuan yang saya miliki tentang keperawatan jiwa?
Apa yang akan saya ucapkan saat bertemu dengan klien?
Bagaimana saya bersikap jika klien diam, menolak, marah, inkohern?
Adakah pengalaman interaksi dengan klien yang negative/tidak menyenangkan?
Bagaimana tingkat kecemasan saya?
b. Penetapan tahapan hubungan
Yang perlu ditetapkan tahapan hubungan perawat klien :
Apakah kontrak pertama?
Apakah kontrak lanjutan?
Apa tujuan pertemuan?
Apa tindakan yang akan saya lakukan?
Bagaimana cara melakukan?
c. Rencana interaksi
Siapkan secara tertulis rencana percakapan yang akan dilakukan!
Tentukan tehnik komunikasi sesuaikan dengan tujuan yang akan dicapai!
Tentukan tehnik observasiyang akan dilakukan!
Buat langkah-langkah prosedur yang akan dilakukan!
2. FASE PERKENALAN (ORIENTASI)
Fase ini dimulai dengan pertemuan dengan klien. Hal utama yang perlu dikaji adalah alasan klien minta pertolongan yang akan mempengaruhi terbinanya hubungan perawat-klien.
Dalam membina hubungan, tugas utama adalah membina rasa saling percaya, penerimaan dan pengertian, komunikasi yang terbuka dan perumusan KONTRAK dengan klien.
Elemen-elemen kontrak perlu diuraikan dengan jelas pada klien sehingga kerjasama perawat klien dapat optimal. Diharapkan klien berperan serta secara penuh dalam kontrak, namun pada kondisi tertentu, misalnya klien dengan gangguan realita, maka kontrak dilakukan sepihak dan perawat perlu mengulang kontrak jika kontrak realitas klien meningkat.
Perawat dan klien mungkin kan mengalami perasaan tak nyaman, bimbang karena memulai hubungan baru. Klien yang mempunyai pengalaman hubungan interpersonal yang menyakitkan adan sukar menerima dan terbuka pada orang asing. Klien anak memerlukan rasa aman untuk mengekspresikan perasaan tanpa dikritik atau dihukum.
Tugas perawat adalah mengeksplorasi pikiran, perasaan, perbuatan klien dan mengidentifikasi masalah, serta merumuskan tujuan bersama klien.
Elemen kontrak perawat-klien :
a. Nama individu (perawat dank lien)
b. Peran perawat dan klien
c. Tanggung jawab perawat dan klien
d. Harapan perawat dan klien
e. Tujuan hubungan
f. Tempat pertemuan
g. Waktu pertemuan
h. Situasi terminasi
i. Kerahasiaan
Hal-hal yang perlu dilakukan pada fase perkenalan :
Perkenalan dilakukan pada pertemuan pertama
a. Memberi salam
Selamat pagi / siang / sore / malam atau sesuai latar belakang sosial budaya yang disertai dengan mengulurkan tangan untuk jabat tangan.
b. Memperkenalkan diri perawat
“Nama saya Wahyu Purwaningsih, saya senang dipanggil Wahyu.”
c. Menanyakan nama pasien
“Nama bapak/ibu/saudara siapa, apa panggilan kesayangannya?”

d. Menyepakati pertemuan/kontrak
“Bagaimana kalau kita bercakap-cakap.”
“Dimana kita duduk”
Bagaimana kalau kita duduk disana (sebutkan tempatnya)
Jika dirumah sakit langsung katakana silahkan duduk
Jika dikamar pasien, langsung duduk disamping pasien.
e. Menhadapi kontrak
“saya perawat yang bekerja di……, saya akan merawat anda (sebutkan nama pasien) selama 8 hari.”
“dimuai saai ini S/D………, saya datang jam 07.00 dan pulang jam 14.00.”
“Saya akan membantu anda (sebutkan nama pasien) untuk menyelesaikan masalah yang anda (sebutkan nama pasien) hadapi.”
“kita bersama-sama menghadapi masalah yang anda (sebutkan nama pasien)”
f. Memulai percakapan awal
Fokus percakapan adalah pengkajian keluhan utama atau alasan masuk rumah sakit. Kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan utama. Jika mungkin melengkapi format pengkajian proses keperawatan.
Contoh komunikasi menkaji keluhan utama
“Apa yang terjadi dirumah sehingga anda (sebutkan nama pasien) dibawa kemari?”
“Apa yang anda (sebutkan nama pasien) sampai datang kemari?”
“Apa masalah yang anda rasakan (sebutkan nama pasien) rasakan?”
Jika klien menjawab lanjutkan eksplorasi sesuai dengan format pengkajian terutama terkait dengan keluhan utama.
Jika tidak menjawab “Saya tidak dapat membantu anda (sebutkan nama pasien) jika anda (sebutkan nama pasien) tidak mau menceritakan masalah yang anda (sebutkan nama pasien) hadapi.
Tampaknya anda (sebutkan nama pasien) belum mau cerita kita duduk bersama saja ya.” (10 menit).
g. Menyepakati masalah klien
Setelah pengkajian jika mungkin pada akhir wawancara sepakati masalah :
“Dari percakapan kita tadi tampaknya anda (sebutkan nama pasien) ……., (sesuaikan dengan kesimpulan masalah), “Misal : Tampaknya anda (sebutkan nama pasien) sungkan berhubungan dengan orang lain, sering marah tak terkendali dirumah.
h. Mengakhiri perkenalan
Terminasi sementara (lihat pada fase terminasi sementara)
Hal-hal yang dilakukan pada fase orientasi :
Orientasi dilakukan pada pertemuan kedua dan seterusnya.
a. Memberi salam
Sama pada perkenalan
b. Memvalidasi keadaan klien
“Bagaimana perasaan anda (sebutkan nama pasien) hari ini?”
“Coba ceritakan perasaannya hari ini?”
c. Mengingatkan kontrak
“Sesuai dengan janji kita kemarin kita akan bertemu lagi jam (sebutkan sesuai janji).
Jika klien ingat janjinya berikan pujian.
“Baiklah sekarang kita akan bicara tentang sesuai dengan hal telah disepakati. Masalah klien (cara berkenalan dengan orang lain, mengungkapkan marah, kebersihan diri, dll)
3. FASE KERJA
Pada fase kerja, perwat dan klien mengeksplorasi stressor yang tepat dan mendorong perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi, pikiran, perasaan dan perbuatan klien. Perawat membantu klien mengatasi kecemasan, meningkatkan kemandirian dan tanggung jawab diri sendiri dan mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif. Perubahan perilaku maladaftif menjadi adaftif merupakan fokus fase ini.
Contoh :
“Apa yang menyebabkan ibu marah?”
Bagaimana ibu mengatasi perasaan tersebut?”
“Saya bantu ibu untuk mengatasi marah.”
4. FASE TERMINASI
Terminasi adalah fase yang amat sulit dan penting dari hubungan terapeutik. Rasa percaya dan hubungan akrab sudah terbina dan berada pada tingkat oprimal.
Keduanya, perawat dan klien akan merasakan kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat mengakhiri tugas pada unit tertentu atau klien pulang.
Apapun alasan terminasi, tugas perawat pada fase ini adalah menghadapi realitas perpisahan yang dapat diingkari. Klien dan perawat bersama-sama meninjau kembali proses perawatan yang telah dilalui dan pencapaian tujuan. Perasaan marah, sedih dan penolakan perlu dieksplorasidan diekspresikan.
Fase terminasi harus diatasi dengan memakai konsep proses kehilangan. Proses terminasi yang sehat akan memberikan pengalaman positif dalam membantu klien mengembangkan koping untuk perpisahan. Reaksi klien dalam menhadapi terminasi dapat bermacam cara. Klien mungkin mengingkari manfaat hubungan. Klien dapat mengekspresikan perasaan marah dan permusuhannya dengan tidak menghadiri pertemuan atau bicara dangkal.
Terminasi yang mendadak dan tanpa persiapan mungkin dipersepsikan klien sebagai penolakan. Atau perilaku klien kembali pada perilaku sebelumnya, dengan harapan perawat tidak akan mengakhiri hubungan karena klien masih memerlukan bantuan.


a. Terminasi sementara
Terminasi sementara adalah setiap akhir dari pertemuan perawat klien. Sehingga perawat masih akan bertemu lagi dengan klien.
Isi percakapan :
1) Evaluasi
“Coba ibu sebutkan hal-hal yang sudah kita bicarakan.”
2) Tindak lanjut
“Bagaimana kalau ibu lakukan diruangan?”
3) Kontrak yang akan datang
“Kapan kita bertemu lagi?”
Apa yang akan kita bicarakan?”
b. Terminasi akhir
c. Evaluaasi akhir terjadi jika pasien akan pulang atau mahasiswa yang selesai praktek dirumah sakit.
d. Isi percakapan :
1) Evaluasi
“Coba ibu sebutkan kemampuan yang sudah didapat selama dirawat disini?”
2) Tindak lanjut
“Apa rencana yang akan ibu lakukan dirumah?”
3) Kontrak yang akan dating
“Bagaimana perasaan ibu berpisah dengan saya / meninggalkan rumah sakit?”
4) Hal yang sama dengan 1,2,3 dilakukan pada keluarga.




Terminasi 1. Eksplorasi perasaan, fantasi dan ketakutan sendiri
2. Analisa kekuatan kelemahan professional
3. Dapatkan data tentang klien jika mungkin
4. Rencanakan pertemuan pertama.

1. Tentukan alasan masuk klien minta pertolongan
2. Bina rasa saling percaya (trust), penerimaan dan
3. Komunikasi terbuka
4. Rumuskan kontrak pertama
5. Eksplorasi pikiran, perasaan dan perbuatan klien
6. Identifikasi masalah klien
7. Rumuskan tujuan bersama klien

1. Eksplorasi stressor yang tepat
2. Dorong perkembangan kesadaran diri klien & pemakaian mekanisme koping konstruktif
3. Atasi penolakan perilaku adaftif.

1. Ciptakan realitas perpisahan
2. Bicarakan proses terapi dan pencapaian tujuan
3. Saling mengeksplorasi perasaan penolakan&kehilangan, sedih, marah dam perilaku lain.
4. Rencana tindak lanjut (untuk terminasi sementara)

G. ANALISA DIRI
Agar seorang perawat mampu berkomunikasi terapeutik dan mejadi perawat yang terapeutik maka sebelum melakukan interaksi dengan pasien harus melakukan ANALISA DIRI, agar dapat menggunakan diri secara terapeutik, dan dengan menggunakan teknik komunikasi yang baik sehingga mampu mengubah perilaku dan emosi klien yang maladaftif.
Analisa diri meliputi :
1. KESADARAN DIRI SIAPA SAYA ? Perawat harus dapat mengkaji perasaan, reaksi, perilaku secara pribadi atau sebagai pemberi perawatan, sehingga bisa menerima perbedaan dan keunikan klien.
JOHARI WINDOW menggambarkan tentang perilaku, pikiran, perasaan seseorang.
Kuadran I
Diketahui diri & orang lain Kuadran II
Hanya diketahui orang
Kuadran III
Hanya diketahui oleh diri
(Rahasia) Kuadran IV
Tidak diketahui oleh siapapun

Prinsip :
a. Perubahan satu kuadran mempengaruhi kuadran lain.
b. Kuadran satu paling kecil : komunikasi buruk/kesadaran diri kurang.
c. Kuadran I paling besar : Kesadaran diri tinggi/komunikasi baik.
CARA MENINGKATKAN KESADARAN DIRI
a. Mempelajari diri sendiri
Melalui eksplorasi diri tentang fikiran, perasaan, perilaku, termasuk pengalaman yang menyenangkan, hubungan interpersonal dan kebutuhan pribadi.
b. Belajar dengan orang lain
Kesediaan dan keterbukaan menerima umpan balik orang lain akan meningkatkan pengetahuan tentang diri. Aspek negatif akan memberi kesadaran individu untuk memperbaikinya.
c. Membuka diri
Pribadi yang sehat berarti memiliki keterbukaan, maka perlu adanya sahabat yang dapat dipercaya sebagai tempat bercerita/curhat.



2. KLARIFIKASI NILAI
Perawat sebaiknya mempunyai sumber kepuasan dan rasa aman yang cukup, sehingga tidak menggunakan klien untuk kepuasan dam keamanannya.
Jika ada konflik, ketidakpuasan dapat disadari dan diklarifikasi agar tidak mempengaruhi hubungan komter.
Perawat sadar sistem nilai yang dimiliki, misal : keyakinan, sehingga siap mengidentifikasi situasi yang bertentangan dengan sistem nilai yang dimiliki.
3. EKSPLORASI PERASAAN
Terbuka, sadar terhadap persaannya, dan mengontrolnya sehingga bisa membawa diri secara terapeutik, sehingga tahu bagaimana berespon dan bersikap dengan klien.
4. KEMAMPUAN JADI MODEL
Kemampuan untuk jadi suri tauladan.
a) Perawat yang bermasalah, misalnya ketergantungan obat, gangguan interpersonal, dan lain-lain akan mempengaruhi hubungan dengan klien. Jadi perawat haruslah bergaya hidup sehat.
b) Dalam keperawatan jiwa, perawat tidak mungkin memisahkan hubungan professional dengan kehidupan pribadi, karena perawat menggunakan dirinya untuk menolong klien.
c) Perawat efektif bila mampu memenuhi dan memuaskan kehidupan pribadi tidak didominasi konflik, stress, mampu beradaptasi sehat.
5. BERTANGGUNG JAWAB
Perawat bertanggung jawab terhadap tindakannya, sadar akan kelebihan dan kekurangannya.
Dalam berinteraksi dengan klien seorang perawat harus mampu menghadirkan diri secara fisik dan psikoilogis dihadapan klien. Dalam usaha menghadirkan diri secara fisik seorang perawat perlu memahami SIKAP PERAWAT DALAM KOMTER. Sedangkan untuk menghadirkan diri secara psikologis dengan cara memahami DIMENSI RESPON dan DIMENSI TINDAKAN/AKSI.

H. SIKAP PERAWAT DALAM KOMUNIKASI TERAPEUTIK
a. Perawat hadir secara utuh (fisik dan psikologis) tidak hanya cukup dengan tahu tehnik komunikasi terapeutik dan isi komunikasi tapi penting juga “Sikap dan penampilan”.
b. Cara menghadirkan diri secara fisik :
1) Berhadapan, artinya saya siap untuk anda
2) Pertahankan kontak mata pada level yang sama, artinya menghargai klien dan tetap ingin berkomunikasi.
3) Membungkuk ke arah klien, artinya menunjukkan keinginan untuk mengatakan/mendengarkan sesuatu.
4) Mempertahankan sikap terbuka (tidak melipat tangan/kaki) menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi
5) Tetap rileks
6) Dapat mengontrol keseimbangan antar ketegangan dan relaksasi dalam berespon pada klien.
Kehadiran secara psikologis dapat dibagi dalam 2 dimensi :
1. Dimensi respon perawat
2. Dimensi tindakan perawat.

I. DIMENSI RESPON
a. KEIKHLASAN/KESEJATIAN
Pernyataan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan, tidak berpura-pura, mengekspresikan perasaan yang sebenarnya.
b. MENGHARGAI
Menerima klien apa adanya, tidak menghakimi, tidak mengkritik, tidak mengejek, tidak menghina.
Misal : duduk diam saat klien menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai klien, menerima permintaan klien untuk tidak bertanya pengalaman tertentu.
c. EMPATI
Empati adalah kemampuan masuk dalam kehidupan klien agar dapat merasakan pikiran dan perasaan tanpa kita terlarut didalamnya. Lalu mengidentifiasi masalah klien dan membantunya. Empati dapat secara verbal/nonverbal.
Misal : memperkenalkan diri, sikap membungkuk pada klien, respon kekuatan dan sumber daya klien, tunjukkan minat, ekspresi hangat.
d. KONKRIT
Terminologi spesifik, bukan abstrak agar tidak muncul keragu-raguan/tidak jelas.
Guna :
1) Mempertahankan respon perawat terhadap perasaan klien.
2) Memberi penjelasan akurat oleh perawat
3) Mendorong klien memikirkan masalah spesifik.

J. DIMENSI TINDAKAN/AKSI
Dimensi tindakan tidak dapat dipisahkan dengan dimensi respon. Tindakan dilaksanakan dalam konteks kehangatan dan pengertian.
Dimensi respon membawa klien pada tingkat penilikan diri tinggi dilanjutkan dengan dimensi tindakan.
a. KONFRONTASI
Merupakan ekspresi perasaan perawat tentang perilaku klien yang tidak sesuai.
Tiga kategori konfrontasi :
1) Ketidaksesuaian konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal dirinya.
2) Ketidaksesuaian antara ekspresi nonverbal dan perilaku klien.
3) Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dengan perawat.
Guna konfrontasi adalah untuk meningkatkan kesadaran klien akan kesesuaian perasaan, sikap, perilaku. Konfrontasi dilakukan secara asertif bukan dengan marah atau agresif.
Sebelum melakukannya pada klien kaji tingkat “TRUST atau percaya”, tepat waktu, tingkat kecemasan klien, kekuatan koping.
Konfrontasi diperlukan pada klien dengan kesadaran diri baik tapi perilaku klien belum berubah.
b. KESEGARAN
Berfokus pada saat ini, sensitive terhadap perasaan klien dan keinginan membantu segera.
c. KETERBUKAAN
Perawat memberi info tentang diri, idealnya, perasaannya, sikap dan nilainya.
Pengalaman diri untuk terapi klien dengan tukar pengalaman ini diharapkan kerjasama dan sokongan.
d. EMOTINAL CATHARSIS
1) Meminta klien bicara tentang hal yang mengganggu dirinya (Perasaanya, ketakutan, pengalaman)
2) Kaji kesiapan klien untuk bicara, bantu ekspresi perasaan klien
3) Suasana diterima dan aman klien akan memperluas kesadaran dan penerimaan diri.
e. BERMAIN PERAN
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu, untuk meningkatkan kesadaran diri dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari pengalaman orang lain.
Klien bebas berperilaku baru pada lingkungan aman.

Minggu, 24 Mei 2009

Contoh BAB III Metode Penelitian

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif korelatif. Metode penelitian korelatif adalah mengkaji hubungan antara variabel-variabel bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif antara variabel (Alimul, 2007). Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data, kemudian disusun, dijelaskan dan dianalisa. Dalam penelitian ini mencoba mengungkapkan hubungan antara pengetahuan dan sikap Ibu terhadap pemberian imunisasi campak pada balita.

3.2 Variabel Penelitian
Variabel adalah objek penelitian yang ditetapkan dalam suatu kegiatan penelitian yang menunjukkan variasi baik kuantitatif maupun kualitatif (Arikunto, 2002). Dalam penelitian ini terdiri variabel independen dan variabel dependen.
3.2.1 Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel dependen (Sugiyono, 2007) variabel independen atau variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengetahuan Ibu dan sikap tentang imunisasi campak.
3.2.2 Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2007), Dalam penelitian ini variabel dependennya pemberian imunisasi campak

3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi adalah seluruh subjek atau objek dengan karakteristik tertentu yang akan diteliti (Alimul, 2007). Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita di Desa Cengal wilayah kerja Puskesmas Maja yaitu 322.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Alimul, 2007). Sampel penelitian ini adalah sebagian ibu yang mempunyai balita yang ada di Desa Cengal wilayah kerja Puskesmas Maja Kabupaten Majalengka bulan April 2008. Cara pengambilan sampel dengan purposive sampling, yaitu pengambilan sebagian subyek penelitian dilakukan untuk tujuan tertentu (Sugiyono, 2007). Sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan kriteria inklusi ibu dengan balita:
1. Usia balita 9-15 bulan
2. Bayi tidak menderita sakit parah, kurang gizi derajat berat
kriteria ekslusinya yaitu bayi diluar usia 9-15 bulan, bayi yang sakit parah. Sampel dalam penelitian ini menggunakan batasan dari Arikunto (2002) yaitu 10% dari populasi dan menurut Roscue (1982) sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500 sampel. Sehingga sampel dalam penelitian ini yaitu 35 sampel.

3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan peneliti untuk mengumpulkan data (Arikunto, 2002). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner untuk pengetahuan instrumen terdiri dari empat kolom terdiri dari no, pernyataan, dan pilihan jawaban benar dan salah. Pada kuisioner pengetahuan apabila pernyataan positif untuk jawaban benar dengan skor 1 dan salah skor 0 sedangkan pernyataan negatif apabila responden mengisi kolom benar skor 0 dan mengisi kolom salah skor 1. Untuk sikap menggunakan skala Likert dengan pernyataan sikap favorabel pilihan jawaban SS= sangat setuju skor 5, S= setuju skor 4, KS= kurang setuju skor 3, TS=tidak setuju dengan skor 2, STS= sangat tidak setuju dengan skor 1 sedangkan pernyataan sikap unfavorabel pilihan jawaban SS= sangat setuju skor 1, S= setuju skor 2, KS= kurang setuju skor 3, TS=tidak setuju dengan skor 4, STS= sangat tidak setuju dengan skor 5. jenis data adalah data ordinal.

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas
3.5.1 Uji Validitas

Validasi adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuai instrumen. Suatu instrumen yang valid mempunyai validasi tinggi. Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validasi rendah. Sebuah instrumen dikatakan valid yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2002). Uji coba instrumen dilakukan pada 15 ibu yang memiliki balita di Desa Cipicung wilayah kerja Puskesmas Maja Kabupaten Majalengka
Rumus untuk mengukur suatu instrumen valid atau tidak, dapat diukur dengan menggunakan rumus Pearson yang dikenal dengan rumus korelasi product Moment sebagai berikut:
Rumus dengan angka kasar



Dengan pengertian :
N = Banyaknya peserta tes
X = Nilai rata-rata harian siswa
Y = Nilai hasil uji coba tes
Rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan Y
Yang dikatakan valid jika nilai r tiap pernyataan > 0,30 (r tabel) dan jika tidak valid apabila nilai r < 0,30. Uji validasi ini dilakukan dengan menggunakan alat program SPSS For Window Release 13.
3.5.2 Uji Reliabilitas
Relaibilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat di percaya yang digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik (Arikunto, 2002). Secara garis besar ada dua jenis reliabilitas, yaitu reliabilitas eksternal dan internal. Jika ukuran atau kriterianya berada diluar instrumen, maka dari hasil pengujian ini adalah diperoleh reliabilitas eksternal, sebaliknya jika perhitungan dilakukan berdasarkan data dari instrumen tersebut saja, adalah menghasilkan reliabilitas internal (Arikunto, 2002). Adapun untuk uji reliabilitas menggunakan rumus alpha, yaitu suatu rumus yang dapat digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya 1 dan 0.
Untuk mengukur sebuah instrumen dapat dipercaya atau tidak, dapat diukur dengan rumus alpha-cronbach (Arikunto, 2002) sebagai berikut :


Dimana :
R n : Reliabilitas instrumen
K : Banyaknya butir soal atau butir pertanyaan
b2 : Jumlah Varian butir soal
t2 : Varian total
Yang dikatakan reliabel jika nilai r minimal 0,60 dan jika tidak reliabel apabila nilai r > 0,60 (Sugiyono, 2007) atau yang dikatakan reliabel jika r alpha > r tabel dan dikatakan tidak reliabel jika r alphanya < r tabel. Untuk memperoleh alat ukur yang valid, butir pertanyaan yang nilai r alphanya < r tabel, perlu diganti atau diperbaiki atau bahkan dihilangkan. Sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai instrumen penelitian dengan tingkat validitas yang memadai (Arikunto, 2002). Hasil uji reliabilitas menunjukan nilai r alpha = 0,7556 atau lebih dari 0,60 maka instrumen dikatakan reliabel.


3.6 Teknik Analisa Data
Analisa data menjelaskan tentang metode statistik yang digunakan dalam menganalisa data hasil penelitian, termasuk di dalamnya adalah perlu tidaknya penggunaan uji statistik (Alimul, 2007).
3.6.1 Teknik Analisa Univariat
Dilakukan untuk melihat gambaran masing-masing variabel penelitian, yaitu pengetahuan dan sikap ibu dengan pemberian imunisasi campak di UPTD Puskesmas Maja. Teknik analisa univariat untuk pengetahuan dengan mencari median, pengetahuan baik ≥ median . Sedangkan pengetahuan kurang < median. Setelah menentukan pengetahuan responden, peneliti melakukan tabulasi dengan distribusi frekuensi dan menghitung presentasi pengetahuan. Nilai persentase yang didapatkan dikelompokan menurut batasan sebagai berikut:

Dimana :
P : Persentase
F : Jumlah pengetahuan dengan kategori baik atau kurang
N : Jumlah seluruh responden
Hasil prosentasi diatas diinterpretasikan dengan:
0% = Tidak satupun responden
1% - 25% = Sebagaian kecil responden
26% - 49% = Kurang dari setengah responden
50% = Setengah responden
51% - 75% = Lebih dari setengah responden
76% - 99% = Sebagian besar responden
100% = Seluruh responden (Arikunto, 2002).
Teknik analisa univariat untuk sikap dengan mencari median, sikap favorabel ≥ median. Sedangkan sikap unfavorabel < median. Setelah menentukan sikap responden, peneliti melakukan tabulasi dengan distribusi frekuensi dan menghitung presentasi sikap. Nilai persentase yang didapatkan dikelompokan menurut batasan sebagai berikut:

Dimana :
P : Persentase
F : Jumlah sikap dengan kategori favorabel atau unfavorabel
N : Jumlah seluruh responden
Hasil prosentasi diatas diinterpretasikan dengan:
0% = Tidak satupun responden
1% - 25% = Sebagian kecil responden
26% - 49% = Kurang dari setengah responden
50% = Setengah responden
51% - 75% = Lebih dari setengah responden
76% - 99% = Sebagian besar responden
100% = Seluruh responden (Arikunto, 2002).
3.6.2 Teknik Analisa Bivariat
Tujuan dari analisa bivariat adalah untuk membuktikan adanya hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Analisa ini menggunakan metode uji statistik chi-square. Dengan p value = 0,05 apabila didapatkan hasil penelitian dengan p value < 0,05 maka secara statistik terdapat hubungan yang bermakna antara variabel independen dengan variabel dependen. Apabila p value > 0,05 maka tidak terdapat hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Dengan syarat uji hipotesis "ho ditolak, jika chi-square hitung > chi-square tabel". Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat (Arikunto, 2002). Untuk menguji hipotesa ini dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square yaitu:

Keterangan:
X2 : Harga X2 (chi-square)
Fo : Frekuensi yang diperoleh berdasarkan data
Fh : Frekuensi yang diharapkan (Alimul, 2007)

Untuk pengolahan data menggunakan perangkat komputer dengan menggunakan Program SPSS For Window 13.

3.7 Hipotesa Penelitian
Hi : Ada Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Tentang Imunisasi Campak dengan Pemberian Imunisasi campak Pada Balita di Desa Cengal Wilayah Kerja Puskesmas Maja Kabupaten Majalengka.
Hi : Ada Hubungan Antara Sikap Ibu Terhadap Pemberian Imunisasi campak dengan Pemberian Imunisasi campak Pada Balita di Desa Cengal Wilayah Kerja Puskesmas Maja Kabupaten Majalengka

3.8 Prosedur Penelitian
Penelitian ini melewati beberapa tahap, yaitu:
3.8.1 Tahap Pra Instrument
a. Menentukan topik penelitian
b. Studi pendahuluan
c. Melakukan study kepustakaan
d. Merumuskan masalah
3.8.2 Tahap Persiapan
a. Perbaikan proposal
b. Permohonan izin penelitian
3.8.3 Tahap Pelaksanaan
a. Informed consent
b. Melakukan penelitian
c. Melakukan pengolahan data
3.8.4 Tahap Akhir
a. Penyusunan laporan penelitian
b. Perbaikan hasil penelitian
c. Persentasi hasil penelitian atau sidang akhir hasil penelitian

3.9 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian digunakan di wilayah kerja Puskesmas Maja Desa Cengal Kecamatan Maja Kabupaten Majalengka terhitung mulai dari bulan Juli 2008.

3.10 Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan kepada responden, serta membuat surat informed consent. Peneliti meneliti dan menghargai responden, merahasiakan segala yang diiformasikan, segala kejadian dan informasi ditulis secara jujur dan benar. Tujuan informed consent ini adalah agar subjek atau responden mengerti maksud dan tujuan penelitian dan mengetahui dampaknya (Alimul, 2007).


Rabu, 20 Mei 2009

Pendidikan Keperawatan

Konsep Pengetahuan

Pengetahuan

Pengetahuan adalah mengerti dan memahami akan sesuatu hal (Kamus Bahasa Indonesia, 2002). Pengetahuan adalah hasil dari "tahu", dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2003). Perilaku manusia mempunyai ruang lingkup yang sangat luas dan komplek. Notoatmodjo mengutip pernyataan Bloom bahwa perilaku dibagi dalam tiga domain, yaitu : Kognitif, Afektif, dan Psikomotor. Hal ini diperlukan untuk tujuan pendidikan yaitu untuk mengembangkan atau meningkatkan ketiga stimulasi yang berupa materi atau objek sehingga menimbulkan respons batin dalam bentuk sikap, akhirnya stimulasi yang telah diketahui dan disadari akan menimbulkan respons yang lebih jauh lagi yaitu berupa tindakan. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif ada 6 tingkatan yaitu :

1). Tahu


mpuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali terhadap sesuatu hal yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tingkatan "tahu" merupakan tingkatan yang paling rendah.

2). Memahami

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3). Aplikasi

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

4). Analisis

Analisis adalah suatu kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen – komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5). Sintesis

Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan meletakkan atau menggabungkan bagian – bagian didalam suatu objek bentuk keseluruhan yang baru atau kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada.

6). Evaluasi

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan materi atau objek. Penilaian – penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria – kriteria yang sudah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang menyatakan tentang isi materi yang akan diukur dari objek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan dapat diukur disesuaikan dengan tindakan – tindakan tersebut diatas.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang

Menurut (NANDA, 2005) bahwa pengetahuan/knowledge seseorang di tentukan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1) Keterpaparan terhadap informasi

Apabila seseorang terpapar dengan salah satu informasi dengan sering maka informasi tersebut akan diingat, diolah, dan tersimpan dalam memori seseorang tehadap informasi tersebut.

2) Daya ingat

Daya ingat seseorang menentukan dalam penyimpanan informasi, dimana proses belajar akan semakin tinggi sehingga khasanah seseorang semakin luas.

3) Interpretasi informasi

Interpretasi seseorang sangat menentukan terhadap stimulus suatu obyek yang diterima, sehingga dengan intrepetasi informasi yang benar dan sesuai akan menjadikan pengetahuan bertambah.

4) Kognitif

Tingkat kognitif seseorang mencerminkan tingkat analisa seseorang terhadap suatu obyek atau masalah yang dihadapi.

5) Minat belajar

Dengan minat belajar seseorang akan timbul keinginan perasaan ingin tahu sehingga seseorang akan berusaha untuk membaca, mencari tentang informasi yang diterima.

6) Kefamiliaran akan sumber informasi

Semakin sering seseorang menerima, membaca, dan mengetahui terhadap sesuatu informasi maka individu akan mengingat selalu terhadap informasi tersebut serta akan mengaplikasikannya.


Minggu, 17 Mei 2009

Keperawatan Maternitas

Kehamilan Ektopik Terganggu

Definisi

a. KET adalah kehamilan yang berbahaya karena tempat implantasinya tidak memberikan kesempatan untuk tumbuh kembang mencapai aterm, tempat implantasi di luar endometrium normal (Manuaba, 1998).

b. KET adalah bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri (Prawirohardjo, 2002).

c. KET adalah kehamilan dimana fetus diimplantasikan di luar kavum uteri (Bobak and Jensen, 1993).

Etiologi

Sebagian besar tidak diketahui, Faktor yang memegang peranan sebagai berikut:

a. Faktor dalam lumen tuba: endosalpingitis, lumen tuba yang sempit serta berkeluk-keluk, gangguan funsi silia endosalping.

b. Faktor dinding tuba: endomitriosis, divertikel tuba kongenital

c. Faktor lain: migrasi ovum, umur ibu hamil antara 20-40 tahun puncak umur 30 tahun.

Berdasarkan tempat impalntasinya:

a. Pars interstitial tuba

b. Pars ismika tuba

c. Pars ampularis tuba

d. Kehamilan infundibulum tuba

Kehamilan ektopik dapat terjadi babarapa kemungkinan:

a. Hasil konsepsi mati dini

b. Terjadi abortus

c. Tuba fallopi pecah.

Tanda dan gejala

Bervariasi dari bentuk abortus tuba atau terjadi ruptur tuba. Gejala klinik sebagai berikut:

a. Amenorea, lamanya bervariasi dari beberapa hari sampai bulan, dijumpai tanda kehamilan muda.

b. Nyeri abdomen, disebabkan kehamilan tuba pecah. Nyeri dapat menjalar keseluruh abdomen, daerah bahu.

c. Perdarahan, dapat terjadi keadaan anemi serta syok.

Pengkajian

a. Data subjektif:

    • Klien mengeluh tidak menstruasi
    • Klien mengeluh mual muntah
    • Klien mengeluh ada perdarahan pervaginam
    • Nyeri seluruh abdomen bahkan menjalar ke bahu.

b. Data objektif:

§ Nyeri tekan daerah abdomen

§ Daerah pereifer dingin

§ Nadi meningkat

§ Hipotensi

§ Kesadaran bervariasi dari baik sampai koma

Nursing diagnosis

a. Penurunan kardiak output

b. Penolakan

c. Perasaan berduka cita

Nursing intervensi

a. Pain management: relaksasi, distraksi

b. Identifikasi support system yang ada

c. Lakukan tes darah lengkap, golongan darah, rhesus serta crossmatch, dan urinalisis

d. Pemberian cairan IV line sesuai indikasi

e. Observasi vital sign

f. Beri penjelasan bahwa klien telah mengalami kehilangan dan memerlukan waktu untuk pemulihan.

g. Apabila dilakukan tindakan operatif, lakukan seperti rencana tindakan pada pre dan pasca bedah.


Mola hidatidosa

Definisi

Mola hidatidosa adalah kehamilan dini secara abnormal dan uterus terisi oleh gelembung-gelembung mirip buah anggur yang menghasilkan hormon korionik gonadotropin dalam jumlah yang sangat besar (Farerr, 2001).

Tipe mola hidatidosa

a. Mola komplit, fertilisasi sel telur yang tidak mempunyai inti atau tidak aktif. Inti sperma (23X) menduplikasi, menjadi berjumlah diploid, 46XX. Kira-kira 90% mola hidatidosa diploid 46XX berkembang menjadi choriocarcinoma.

b. Kariotipe mola parsial adalah diploid normal, trisomik, atau triploid. Mola triploid seringkali terbentuk dari dua set kromosom ayah dan satu set kromosom ibu atau sebaliknya.

Tanda dan gejala

a. Uterus kehamilan lebih besar dari kehamilan normal, teraba lunak serta bundar.

b. Jantung janin tidak terdengar

c. Dapat dijumpai hiperemisis, pre eklamsi timbul secara dini.

d. Perdarahan pervaginam yang sedikit dan barwarna gelap

e. Kadang dijumpai gelembung-gelembung seperti buah anggur keluar dari dalam vagina.

f. Tes urin kehamilan menunjukan positif kuat.

g. Kehamilan terjadi rata-rata usia tua (>35 tahun), ibu yang mempunyai lebih dari satu anak.

Pengkajian

a. Umur kehamilan

b. Pembesaran uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan

c. Jantung janin tidak terdengar

d. Perdarahan pervaginam

e. Paritas, gravida

Nursing diagnosis

a. Cemas

b. Kehilangan

c. Kurang pengetahuan

Nusing intervensi

a. Identifikasi support system yang ada

b. Observasi vital sign

c. Beri penjelasan bahwa klien telah mengalami kehilangan dan memerlukan waktu untuk pemulihan.

d. Beri penjelasan tentang proses penyakitnya serta prosedur tindakan yang akan dilakukan secara singkat dan sederhana.

e. Persiapkan untuk tindakan pengosongan uterus dengan kuretase serta tindakan histerektomi pada klien dengan usia lebih dari 40 tahun.

f. Beri penjelasan pentingnya pemeriksaan lanjutan setelah pulang dari rumah sakit.




DAFTAR PUSTAKA

Bobak and Jensen. 1993. Maternity & Gynecologic Care the nurse and the family Fifth Edition. (terjemahan). Mosby-year book.Inc.

Doenges, Marilynn. E 1994. Maternal/Newborn Plans Of Care: Guideline For Planning And Documenting Client Care. (terjemahan) F.A Philadelphia, Pennsylvania.USA.

Farrer, H. 2001. Maternity Care Second Edition. (terjemahan) .EGC. Jakarta.

Prawirohardjo, S. 2002. Ilmu Kebidanan. Yayasan bina Pustaka sarwono Prawirohardjo. Jakarta.

Manuaba, 2002. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, Jakarta: EGC.

Rustam, M. 1998. Sinopsis Obstetri, Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi edisi ke 2 jilid 1. Jakarta: EGC