Kamis, 13 Agustus 2009

CONTOH BAB IV AND V

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


4.1 Hasil Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada tanggal 13 sampai dengan 30 juni 2008 dengan sampel 100 pada ibu yang mempunyai balita di Desa X Kecamatan X wilayah kerja UPTD Puskesmas X Kabupaten Majalengka. Setelah pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan Kuisioner serta penimbangan pada balita, kemudian dilakukan pengolahan data dan hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian dilakukan analisis data kemudian diintrepretasi, maka dapat didentifikasi mengenai gambaran pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi, gambaran status gizi pada balita, dan hubungan antara pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi dengan status gizi pada balita.
4.1.1 Gambaran Karakteristik Responden
Sebagai informasi peneliti menampilkan gambaran karakteristik responden meliputi: umur, pendidikan, pekerjaan, dan penghasilan.

Tabel 4.1
Karateristik Responden Berdasarkan Umur di Desa X
Umur Responden f %
Kurang dari 20 tahun
20 - 25 tahun
26 - 30 tahun
31 - 35 tahun
Lebih dari 35 tahun
Total 100 100
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa umur responden yang mempunyai balita di Desa X sebagian besar umur 26-30 tahun 37% dan 31-35 tahun 35%.
Tabel 4.2
Karateristik Responden Berdasarkan Pendidikan di Desa X

Tingkat Pendidikan f %
SD
SMP
SMU
Perguruan Tinggi
Total 100 100

Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa pendidikan responden yang mempunyai balita di Desa X kurang dari setengah responden tingkat pendidikan SMP.
Tabel 4.3
Karateristik Responden Berdasarkan Pekerjaan di Desa X

Pekerjaan f %
IRT
Swasta
Buruh
Pegawai Negeri
Total 100 100
Berdasarkan tabel 4.3 dapat dilihat bahwa pekerjaan responden yang mempunyai balita di Desa X sebagian besar responden pekerjaanya sebagai ibu rumah tangga.
Tabel 4.4
Karateristik Responden Berdasarkan Penghasilan di Desa X
Penghasilan f %
Kurang dari Rp 100.000
Rp 100.000 – Rp 250.000
Rp 250.000 – Rp 500.000
Lebih dari Rp 500.000
Total 100 100

Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pekerjaan responden yang mempunyai balita di Desa X adalah lebih dari setengah berpenghasilan Rp 500.000
4.1.2 Gambaran Pengetahuan Responden
Tabel 4.5
Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden di Desa X

Pengetahuan f %
Pengetahuan Baik 30 70
Pengetahuan Kurang 30 70
TotaL 100 100
Berdasarkan tabel 4.5 didapatkan gambaran pengetahuan responden yang mempunyai balita di Desa X adalah lebih dari setengah mempunyai pengetahuan baik.

4.1.3 Gambaran status Gizi Pada Balita
Tabel 4.6
Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita di Desa X

Status Gizi f %
Gizi Lebih
Gizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk
Total 100 100

Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan gambaran status gizi balita di Desa X Kabupaten Majalengka adalah kurang dari setengah responden dengan status gizi baik yaitu 47%.
4.1.4 Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Status Gizi
Tabel 4.7
Distribusi Hubungan Pengetahuan responden dengan status Gizi balita
di Desa X


Variabel Status Gizi
X2
P Value
Baik Kurang KEP
Pengetahuan kurang
Pengetahuan baik 8

0,04
Jumlah 47
35
18
Melihat tabel 4.7 mengenai analisis hubungan pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi balita dengan status gizi balita yang mnggunakan perangkat lunak SPSS versi 13 didapatkan hasil bahwa responden dengan pengetahuan kurang dan gizi kurang sebanyak 16, pengetahuan kurang dengan gizi baik 8, pengetahuan baik dengan gizi kurang 19, pengetahuan baik dengan gizi baik 39, pengetahuan kurang dengan KEP 6, pengetahuan baik dengan KEP 12.
Berdasarkan perhitungan dengan uji statistik yang menggunakan rumus chi-square dengan bantuan Program SPSS Versi 13 di dapat nilai chi-square hitung: 7,981 sedangkan nilai chi-square tabel adalah 3,841, sehingga nilai chi-square hitung lebih besar dari nilai chi-square table. Nilai p value lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,04. Maka Ho ditolak sehingga hipotesis mengatakan terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan Status gizi pada balita di Desa X

4.2 Pembahasan
4.2.1 Gambaran pengetahuan responden
Gambaran pengetahuan responden yang mempunyai balita di Desa X adalah lebih dari setengah mempunyai pengetahuan baik yaitu 70%. Menurut Green (1985) faktor yang mempengaruhi perilaku individu diantaranya faktor predisposisi yaitu pengetahuan. Dimana pengetahuan adalah hasil dari tahu dan hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan pada suatu objek tertentu (Notoatmodjo, 2007) salah satu tingkat pengetahuan seseorang itu adalah aplikasi (application) yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya artinya apabila seseorang / ibu itu sudah mendpatkan informasi mengenai kebutuhan gizi akan menerapkannya dengan memberikan makanan yang bergizi.
4.2.2 Gambaran status gizi balita
Status gizi adalah keadaan sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dibedakan antara gizi buruk, kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2004). Batasan yang digunakan dalam penilaian status gizi menurut WHO-NCHS yaitu gizi lebih = > 120 median BB/U, gizi baik = > 80% - 120% median BB/U, gizi sedang = 70% - 79,9% median BB/U, gizi kurang = 60% - 69,9% median BB/U, gizi buruk = < 60% median BB/U.
Gambaran status gizi balita di Desa X Kabupaten Majalengka adalah kurang dari setengah dengan status gizi baik yaitu 47%. Hal ini disebabkan banyak faktor, faktor yang mempengaruhi status gizi meliputi: ekonomi negara rendah, kurangnya pengetahuan, dan Hygiene yang rendah (Sediaoetama, 1999). Ekonomi negara rendah mengakibatkan daya beli rendah sehingga untuk mengkonsumsi zat-zat gizi menjadi berkurang. Kurangnya pengetahuan tentang gizi meliputi sumber zat gizi, manfaat zat gizi, dan kebutuhan gizi. Hygene yang rendah dapat menyebabkan penyakit infeksi dan investasi cacing sehingga mengakibatkan absorpsi zat gizi terganggu.
4.2.3 Hubungan pengetahuan ibu tentang kebutuhan Gizi dengan status Gizi pada Balita di Desa X.
Berdasarkan perhitungan dengan uji statistik yang menggunakan rumus chi-square dengan bantuan Program SPSS Versi 13 di dapat nilai chi-square hitung: 7,981 sedangkan nilai chi-square tabel adalah 3,841, sehingga nilai chi-square hitung lebih besar dari nilai chi-square table. Nilai p value lebih kecil dari 0,05 yaitu 0,05. Sehingga hipotesis mengatakan terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi dengan status gizi pada balita di Desa X. Faktor yang mempengaruhi status gizi meliputi: ekonomi negara rendah, kurangnya pengetahuan, dan Hygiene yang rendah (Sediaoetama, 1999). Ekonomi negara rendah mengakibatkan daya beli rendah sehingga untuk mengkonsumsi zat-zat gizi menjadi berkurang. Kurangnya pengetahuan tentang gizi meliputi sumber zat gizi, manfaat zat gizi, dan kebutuhan gizi. Hygene yang rendah dapat menyebabkan penyakit infeksi dan investasi cacing sehingga mengakibatkan absorpsi zat gizi terganggu.
Gambaran pengetahuan responden yang mempunyai balita di Desa X Kabupaten Majalengka adalah lebih dari setengah mempunyai pengetahuan baik yaitu 70%. Menurut Notoatmodjo (2007) salah satu tingkat pengetahuan seseorang itu adalah aplikasi (application) yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya artinya apabila seseorang / ibu itu sudah mendapatkan imformasi mengenai kebutuhan gizi bagi balita maka ibu dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari yaitu bagaimana cara memberikan makanan yang sehat bagi balita. Terlihat dari gambaran status gizi balita di Desa X Kabupaten Majalengka adalah gizi baik 47%, Gizi Lebih 15% , Gizi Kurang 35%, Gizi Buruk 3%. Disamping itu menurut Winarno (1995) salah satu yang mempengaruhi status gizi yaitu kurangnya asupan zat gizi yang dikonsumsi, mutunya rendah atau keduanya, melihat dari tingkat ekonomi ibu yang berada didesa X memiliki tingkat penghasilan yaitu lebih dari Rp 500.000 sebanyak 51% sehingga pemenuhan zat gizi bagi balita kemungkinan terpenuhi.



BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan
Hasil penelitian dengan menggunakan kuisioner dan pengukuran dengan timbangan dacin untuk status gizi balita, yaitu untuk gambaran pengetahuan responden, gambaran status gizi balita, dan analisi hubungan pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi dengan status gizi balita adalah sebagai berikut:
5.1.1 Gambaran pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi
Gambaran pengetahuan responden yang mempunyai balita di Desa X adalah 70% berarti lebih dari setengah mempunyai pengetahuan baik.
5.1.2 Gambaran status gizi balita
Gambaran status gizi balita di Desa X Kabupaten Majalengka adalah 47% berarti kurang dari setengah dengan status gizi baik.


5.1.3 Hubungan pengetahuan ibu tentang kebutuhan Gizi dengan status Gizi pada Balita di Desa Garawangi.
Berdasarkan perhitungan dengan uji statistik yang menggunakan rumus chi-square dengan bantuan Program SPSS Versi 13, didaptkan hasil terdapat hubungan antara pengetahuan ibu tentang kebutuhan gizi dengan Status gizi pada balita di Desa X.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka peneliti memberikan beberapa saran yaitu untuk tercapainya target kejadian gizi kurang pada balita menurun di Desa X, adapun sarannya adalah sebagai berikut :
5.2.1 Puskesmas
Lebih ditingkatkan dalam memberikan penyuluhan tentang pentingnya gizi untuk balita, setelah penimbangan balita kemudian menyampaikan informasi mengenai gizi kepada Ibu dan mengapa anaknya harus ditimbang setiap bulan. Melakukan kerjasama lintas sektoral dengan instasi terkait dalam penanganan gizi kurang, gizi buruk, dan gizi lebih.
5.2.2 Keperawatan
Perawat komunitas meningkatkan penyuluhan tentang gizi sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan kesehatan masyarakat.
5.2.3 Penelitian
Untuk peneliti lain apabila akan melakukan penelitian keperawatan komunitas, dapat melakukan penelitian selanjutnya yang membahas tentang faktor yang berpengaruh terhadap status gizi buruk apakah gizi kurang salah satu faktornya atau bukan.

Minggu, 26 Juli 2009

INTERNETAN DENGAN KONEKSI BLUETOOTH DAN HP CHINA

Untuk Para Perawat YANG KAGAK GAPTEK:
Bosan dan kurang puas berinternet dengan HP dengan layar yang kecil, bisa koneksikan HP CHINA(hP SAYA MITO 2108) dengan Laptop/PC melalui Kabel data maupun Bluetooth.
Kalau melalui bluetooth caranya seperti berikut:
Secara garis besar, langkah2 untuk connect internet via bluetooth modem adalah sbb :
1. Pairing device/hp dengan PC/laptop.
2. Detect modem. Jika HP-nya support bluetooth modem, maka di PC bisa diliat ci Control Panel –> Phone and Modem Options –> Tab Modem : akan muncul modem bluetooth.
3. Test modem. Pada Tab Modem di atas, klik modem yg akan di-test. Klik Properties, kemudian query modem.
4. Jika modem terhubung, akan ada respon dari modem.
5. Klik Advanced modem Setting. Pada isian Extra initialization command, isi dengan : +CGDCONT=1,”IP”,”APN_name”
#catatan : APN_name diganti dengan APN masing-2 operator, misal untuk IM3/Mentari, ganti APN_name dengan indosatgprs, sehingga extra initialization command menjadi : +CGDCONT=1,”IP”,”indosatgprs”
5. Pada menu bar klik yang bertanda bluetooth"pilih quict conection--dial up network.
6. Pada isian user name dan password ngikutin operator masing-2, untuk indosat, username :indosat, password : indosat
Pilih modem untuk koneksi dengan modem bluetooth yang tadi disetting (ingat nomor port COM-nya). Untuk nomor dial-up adalah : *99#
untuk yang menggunakan pulsa GPRS dari indosat: user name:indosat@durasi, pasword:indosat@durasi.

Jumat, 24 Juli 2009

RISET KEPERAWATAN

CONTOH URAIAN MASALAH

Tuberkolosis (TB) merupakan masalah kesehatan yang sudah sangat tua, bahkan lebih tua dari sejarah manusia, tetapi sampai sekarang kasus penyakit TBC masih terjadi sampai sekarang. WHO mempekirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak menyebabkan kematian pada anak . Kematian akibat TB lebih banyak daripada kematian akibat Malaria dan AIDS serta pada wanita akibat kematian TB lebih banyak daripada kematian persalinan, kehamilan, dan nifas. TB pada anak mempunyai masalah khusus yang berbeda dengan orang dewasa, gejala pada anak sering tidak khas. Banyaknya jumlah anak yang terinfeksi dan sakit TB menyebabkan tingginya biaya pengobatan yang diperlukan, sehingga pencegahan infeksi TB perlu dilakukan yaitu dengan pengendalian berbagai resiko faktor infeksi TB. Terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi TB yaitu anak yang terpajan dengan orang dewasa yang TB aktif, daerah endemin, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat, dan tempat penampungan.
Sepanjang abad ke 20 jumlah kasus penyakit TB meningkat di seluruh dunia, 95% terjadi di negara berkembang. Menurut WHO di Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China. Data surveilens program nasional sampai pada tahun 2005 menunjukan tingginya penemuan pasien tuberkolosis BTA negatif di rumah sakit dengan foto toraks dasar penegakan diagnosa. Selain itu angka kesembuhan pengobatan di rumah sakit pada umumnya masih dibawah 50% dengan angka putus obat pada sebagian rumah sakit mrncapai 50-80%. Jumlah kasus TB anak dari Rumah sakit Pusat di Indonesia selama 5 tahun (1998-2002) adalah 1086 penyandang TB dengan angka kematian yang bervariasi 0%-14,1%. Di Rumah sakit "X" yaitu di Poli anak angka kesakitan dengan TB pada anak menempati urutan pertama dari sepuluh besar penyakit yang lain di poli tersebut.

RISET KEPERAWATAN

TEKNIK SAMPLING
Sampel adalah sebagian dari populasi. Artinya tidak akan ada sampel jika tidak ada populasi. Populasi adalah keseluruhan elemen atau unsur yang akan kita teliti. Penelitian yang dilakukan atas seluruh elemen dinamakan sensus. Idealnya, agar hasil penelitiannya lebih bisa dipercaya, seorang peneliti harus melakukan sensus. Namun karena sesuatu hal peneliti bisa tidak meneliti keseluruhan elemen tadi, maka yang bisa dilakukannya adalah meneliti sebagian dari keseluruhan elemen atau unsur tadi.
Berbagai alasan yang masuk akal mengapa peneliti tidak melakukan sensus antara lain adalah,(a) populasi demikian banyaknya sehingga dalam prakteknya tidak mungkin seluruh elemen diteliti; (b) keterbatasan waktu penelitian, biaya, dan sumber daya manusia, membuat peneliti harus telah puas jika meneliti sebagian dari elemen penelitian; (c) bahkan kadang, penelitian yang dilakukan terhadap sampel bisa lebih reliabel daripada terhadap populasi – misalnya, karena elemen sedemikian banyaknya maka akan memunculkan kelelahan fisik dan mental para pencacahnya sehingga banyak terjadi kekeliruan. (Uma Sekaran, 1992); (d) demikian pula jika elemen populasi homogen, penelitian terhadap seluruh elemen dalam populasi menjadi tidak masuk akal, misalnya untuk meneliti kualitas jeruk dari satu pohon jeruk
Agar hasil penelitian yang dilakukan terhadap sampel masih tetap bisa dipercaya dalam artian masih bisa mewakili karakteristik populasi, maka cara penarikan sampelnya harus dilakukan secara seksama. Cara pemilihan sampel dikenal dengan nama teknik sampling atau teknik pengambilan sampel .
Populasi atau universe adalah sekelompok orang, kejadian, atau benda, yang dijadikan obyek penelitian. Jika yang ingin diteliti adalah sikap konsumen terhadap satu produk tertentu, maka populasinya adalah seluruh konsumen produk tersebut. Jika yang diteliti adalah laporan keuangan perusahaan “X”, maka populasinya adalah keseluruhan laporan keuangan perusahaan “X” tersebut, Jika yang diteliti adalah motivasi pegawai di departemen “A” maka populasinya adalah seluruh pegawai di departemen “A”. Jika yang diteliti adalah efektivitas gugus kendali mutu (GKM) organisasi “Y”, maka populasinya adalah seluruh GKM organisasi “Y”

Elemen/unsur adalah setiap satuan populasi. Kalau dalam populasi terdapat 30 laporan keuangan, maka setiap laporan keuangan tersebut adalah unsur atau elemen penelitian. Artinya dalam populasi tersebut terdapat 30 elemen penelitian. Jika populasinya adalah pabrik sepatu, dan jumlah pabrik sepatu 500, maka dalam populasi tersebut terdapat 500 elemen penelitian.

Syarat sampel yang baik
Secara umum, sampel yang baik adalah yang dapat mewakili sebanyak mungkin karakteristik populasi. Dalam bahasa pengukuran, artinya sampel harus valid, yaitu bisa mengukur sesuatu yang seharusnya diukur. Kalau yang ingin diukur adalah masyarakat Sunda sedangkan yang dijadikan sampel adalah hanya orang Banten saja, maka sampel tersebut tidak valid, karena tidak mengukur sesuatu yang seharusnya diukur (orang Sunda). Sampel yang valid ditentukan oleh dua pertimbangan.
Pertama : Akurasi atau ketepatan , yaitu tingkat ketidakadaan “bias” (kekeliruan) dalam sample. Dengan kata lain makin sedikit tingkat kekeliruan yang ada dalam sampel, makin akurat sampel tersebut. Tolok ukur adanya “bias” atau kekeliruan adalah populasi.
Cooper dan Emory (1995) menyebutkan bahwa “there is no systematic variance” yang maksudnya adalah tidak ada keragaman pengukuran yang disebabkan karena pengaruh yang diketahui atau tidak diketahui, yang menyebabkan skor cenderung mengarah pada satu titik tertentu. Sebagai contoh, jika ingin mengetahui rata-rata luas tanah suatu perumahan, lalu yang dijadikan sampel adalah rumah yang terletak di setiap sudut jalan, maka hasil atau skor yang diperoleh akan bias. Kekeliruan semacam ini bisa terjadi pada sampel yang diambil secara sistematis
Contoh systematic variance yang banyak ditulis dalam buku-buku metode penelitian adalah jajak-pendapat (polling) yang dilakukan oleh Literary Digest (sebuah majalah yang terbit di Amerika tahun 1920-an) pada tahun 1936. (Copper & Emory, 1995, Nan lin, 1976). Mulai tahun 1920, 1924, 1928, dan tahun 1932 majalah ini berhasil memprediksi siapa yang akan jadi presiden dari calon-calon presiden yang ada. Sampel diambil berdasarkan petunjuk dalam buku telepon dan dari daftar pemilik mobil. Namun pada tahun 1936 prediksinya salah. Berdasarkan jajak pendapat, di antara dua calon presiden (Alfred M. Landon dan Franklin D. Roosevelt), yang akan menang adalah Landon, namun meleset karena ternyata Roosevelt yang terpilih menjadi presiden Amerika.
Setelah diperiksa secara seksama, ternyata Literary Digest membuat kesalahan dalam menentukan sampel penelitiannya . Karena semua sampel yang diambil adalah mereka yang memiliki telepon dan mobil, akibatnya pemilih yang sebagian besar tidak memiliki telepon dan mobil (kelas rendah) tidak terwakili, padahal Rosevelt lebih banyak dipilih oleh masyarakat kelas rendah tersebut. Dari kejadian tersebut ada dua pelajaran yang diperoleh : (1), keakuratan prediktibilitas dari suatu sampel tidak selalu bisa dijamin dengan banyaknya jumlah sampel; (2) agar sampel dapat memprediksi dengan baik populasi, sampel harus mempunyai selengkap mungkin karakteristik populasi (Nan Lin, 1976).
Kedua : Presisi. Kriteria kedua sampel yang baik adalah memiliki tingkat presisi estimasi. Presisi mengacu pada persoalan sedekat mana estimasi kita dengan karakteristik populasi. Contoh : Dari 300 pegawai produksi, diambil sampel 50 orang. Setelah diukur ternyata rata-rata perhari, setiap orang menghasilkan 50 potong produk “X”. Namun berdasarkan laporan harian, pegawai bisa menghasilkan produk “X” per harinya rata-rata 58 unit. Artinya di antara laporan harian yang dihitung berdasarkan populasi dengan hasil penelitian yang dihasilkan dari sampel, terdapat perbedaan 8 unit. Makin kecil tingkat perbedaan di antara rata-rata populasi dengan rata-rata sampel, maka makin tinggi tingkat presisi sampel tersebut.
Belum pernah ada sampel yang bisa mewakili karakteristik populasi sepenuhnya. Oleh karena itu dalam setiap penarikan sampel senantiasa melekat keasalahan-kesalahan, yang dikenal dengan nama “sampling error” Presisi diukur oleh simpangan baku (standard error). Makin kecil perbedaan di antara simpangan baku yang diperoleh dari sampel (S) dengan simpangan baku dari populasi (s), makin tinggi pula tingkat presisinya. Walau tidak selamanya, tingkat presisi mungkin bisa meningkat dengan cara menambahkan jumlah sampel, karena kesalahan mungkin bisa berkurang kalau jumlah sampelnya ditambah ( Kerlinger, 1973 ). Dengan contoh di atas tadi, mungkin saja perbedaan rata-rata di antara populasi dengan sampel bisa lebih sedikit, jika sampel yang ditariknya ditambah. Katakanlah dari 50 menjadi 75.

Ukuran sampel
Ukuran sampel atau jumlah sampel yang diambil menjadi persoalan yang penting manakala jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian yang menggunakan analisis kuantitatif. Pada penelitian yang menggunakan analisis kualitatif, ukuran sampel bukan menjadi nomor satu, karena yang dipentingkan alah kekayaan informasi. Walau jumlahnya sedikit tetapi jika kaya akan informasi, maka sampelnya lebih bermanfaat.
Dikaitkan dengan besarnya sampel, selain tingkat kesalahan, ada lagi beberapa faktor lain yang perlu memperoleh pertimbangan yaitu, (1) derajat keseragaman, (2) rencana analisis, (3) biaya, waktu, dan tenaga yang tersedia . (Singarimbun dan Effendy, 1989). Makin tidak seragam sifat atau karakter setiap elemen populasi, makin banyak sampel yang harus diambil. Jika rencana analisisnya mendetail atau rinci maka jumlah sampelnya pun harus banyak. Misalnya di samping ingin mengetahui sikap konsumen terhadap kebijakan perusahaan, peneliti juga bermaksud mengetahui hubungan antara sikap dengan tingkat pendidikan. Agar tujuan ini dapat tercapai maka sampelnya harus terdiri atas berbagai jenjang pendidikan SD, SLTP. SMU, dan seterusnya.. Makin sedikit waktu, biaya , dan tenaga yang dimiliki peneliti, makin sedikit pula sampel yang bisa diperoleh. Perlu dipahami bahwa apapun alasannya, penelitian haruslah dapat dikelola dengan baik (manageable).
Misalnya, jumlah bank yang dijadikan populasi penelitian ada 400 buah. Pertanyaannya adalah, berapa bank yang harus diambil menjadi sampel agar hasilnya mewakili populasi?. 30?, 50? 100? 250?. Jawabnya tidak mudah. Ada yang mengatakan, jika ukuran populasinya di atas 1000, sampel sekitar 10 % sudah cukup, tetapi jika ukuran populasinya sekitar 100, sampelnya paling sedikit 30%, dan kalau ukuran populasinya 30, maka sampelnya harus 100%.
Teknik-teknik pengambilan sampel
Secara umum, ada dua jenis teknik pengambilan sampel yaitu, sampel acak atau random sampling / probability sampling, dan sampel tidak acak atau nonrandom samping/nonprobability sampling. Yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Sedangkan yang dimaksud dengan nonrandom sampling atau nonprobability sampling, setiap elemen populasi tidak mempunyai kemungkinan yang sama untuk dijadikan sampel. Lima elemen populasi dipilih sebagai sampel karena letaknya dekat dengan rumah peneliti, sedangkan yang lainnya, karena jauh, tidak dipilih; artinya kemungkinannya 0 (nol).
Dua jenis teknik pengambilan sampel di atas mempunyai tujuan yang berbeda. Jika peneliti ingin hasil penelitiannya bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi maka seharusnya sampel representatif dan diambil secara acak. Namun jika peneliti tidak mempunyai kemauan melakukan generalisasi hasil penelitian maka sampel bisa diambil secara tidak acak. Sampel tidak acak biasanya juga diambil jika peneliti tidak mempunyai data pasti tentang ukuran populasi dan informasi lengkap tentang setiap elemen populasi. Contohnya, jika yang diteliti populasinya adalah konsumen teh botol, kemungkinan besar peneliti tidak mengetahui dengan pasti berapa jumlah konsumennya, dan juga karakteristik konsumen. Karena dia tidak mengetahui ukuran pupulasi yang tepat, bisakah dia mengatakan bahwa 200 konsumen sebagai sampel dikatakan “representatif”?. Kemudian, bisakah peneliti memilih sampel secara acak, jika tidak ada informasi yang cukup lengkap tentang diri konsumen?. Dalam situasi yang demikian, pengambilan sampel dengan cara acak tidak dimungkinkan, maka tidak ada pilihan lain kecuali sampel diambil dengan cara tidak acak atau nonprobability sampling, namun dengan konsekuensi hasil penelitiannya tersebut tidak bisa digeneralisasikan. Jika ternyata dari 200 konsumen teh botol tadi merasa kurang puas, maka peneliti tidak bisa mengatakan bahwa sebagian besar konsumen teh botol merasa kurang puas terhadap the botol.
Di setiap jenis teknik pemilihan tersebut, terdapat beberapa teknik yang lebih spesifik lagi. Pada sampel acak (random sampling) dikenal dengan istilah simple random sampling, stratified random sampling, cluster sampling, systematic sampling, dan area sampling. Pada nonprobability sampling dikenal beberapa teknik, antara lain adalah convenience sampling, purposive sampling, quota sampling, snowball sampling

Minggu, 28 Juni 2009

FROM RUU KEPERAWATAN AND CIWIDEY HOLIDAY

 

 

 

 
Posted by Picasa

SEKILAS INFO

sekilas info:
Bagi pembaca yang menggunakan Parabola Digital.
Frekuensi SCTV:3756/H/6520:6250(coba aja salah satu.